TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai tindakan Elyzabeth C.H. Mailoa menghalang-halangi petugas yang tengah mengeksekusi pembongkaran bangunan liar aneh. Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membuat peraturan penertiban, seharusnya Elyzabeth mendukung hal itu.
"Anggota Dewan ini lucu. Kami membuat peraturan daerah (perda) bersama. Kemarin, kritik saya di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), aset kami lemah diduduki orang. Sekarang, kami mau ambil balik, dihalangi," kata Ahok di Balai Kota, Kamis, 23 Juli 2015.
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja melakukan penertiban di lahan milik Pemerintah Provinsi DKI seluas 1.300 meter persegi di Jalan Rawasari Selatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Namun penertiban tersebut sempat terganggu karena mendapat perlawanan dari sejumlah organisasi masyarakat. Bahkan Elyzabeth sempat menahan sebuah alat berat yang hendak merobohkan bangunan liar di lokasi itu.
Ahok tak peduli. Menurut dia, eksekusi tetap harus dilakukan meski ada orang partai yang menghalangi. Sebab, setelah ditelisik, lahan tersebut bukan milik warga yang tinggal di situ, melainkan milik Pemprov DKI. "Kalau dibolehkan, partai semua dudukin Balai Kota dong. Teman sih teman. Tapi, kalau soal aturan, ya aturan," ujarnya.
Ihwal adanya campur tangan ormas, Ahok mafhum. Menurut dia, selama ini, dalam setiap proses eksekusi lahan, petugas kerap bersinggungan dengan ormas yang juga merasa memiliki aset itu. "Tapi kami enggak mau kalah," tuturnya.
Rencananya, di atas lahan seluas itu, Pemprov DKI bakal membangun rusunawa untuk warga yang direlokasi dari pinggir kali. Selain mengeksekusi lahan di Cempaka Putih, petugas akan menertibkan aset lain, di antaranya, di Tanah Merdeka Cilincing, Jakarta Utara, yang diduduki menjadi parkir truk. "Aset kami rata-rata dikerjasamakan dengan orang, didudukin habis," ucap Ahok.
ERWAN HERMAWAN