TEMPO.CO, Denpasar - Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Bali Olopan Nainggolan mengaku terkejut melihat berkas pemeriksaan kasus pembunuhan Angeline dengan tersangka Margriet Megawe.
Dia terlihat kaget karena keterangan sejumlah saksi kunci dalam kasus penelantaran Angeline yang berujung kematian, tidak ada dalam berkas yang diajukan penyidik Polda Bali.
Keberadaan saksi-saksi itu diungkap kalangan aktivis LSM yang bertemu Olopan di Kejati Bali, Kamis, 23 juli 2015. “Tidak ada itu dalam berkas yang kami terima,” kata Olopan. Sejumlah saksi yang dimaksud, sesuai pernyataan Siti Sapura dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), adalah satpam rumah Margriet, Dewa Raka, yang sempat dilarang Margriet untuk masuk ke dalam area rumah yang menjadi TKP pembunuhan.
Dewa Raka bersaksi dia pernah melihat Margriet sedang menginjak tanah dan mengendus-endus di atas lobang tempat Angeline dikubur.
Keterangan lain yang hilang adalah kesaksian Rohana yang sempat dekat dengan Margriet.
Baca Juga:
Sapura juga mempertanyakan, mengapa tidak ada pemeriksaan terkait peristiwa 25 Mei 2015 ketika dua anak Margriet, Ivonne dan Christine, membawa kopor-kopor besar ke rumah Margriet dengan tujuan yang belum jelas.
Selain itu, Sapura juga mempertanyakan, mengapa polisi masih bersikeras memasukkan pasal penelantaran anak meski korban kini telah tewas. “Kalau korban masih hidup, mungkin bisa disebut sebagai penelantaran,” ujarnya.
Menanggapi desakan itu, Olopan menyatakan, pihaknya akan menanyakan semuanya kepada penyidik.Menurutnya, Dakwaan Jaksa yang akan dibawa ke persidangan harus memenuhi asas formalitas dimana ada keterangan yang disampaikan di penyidik kepolisian. “Sesuai KUHAP, ada pembagian tugas antara polisi dan Kejaksaan,” ujarnya.
ROFIQI HASAN