TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) akhirnya mendapat kucuran duit perawatan dan operasional infrastruktur (infrastructure maintenance and operation/ IMO) kereta api dari pemerintah senilai Rp 1,5 triliun untuk periode 26 Maret-31 Desember 2015.
Kepastian itu diperoleh setelah KAI menandatangani kontrak IMO dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Senin, 27 Juli 2015.
“IMO ini lebih jelas. Dulu, IMO diasumsikan sama dengan biaya penggunaan prasarana (track access charge/ TAC),” kata Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro di Jakarta, kemarin.
Biaya perawatan dan operasional prasarana yang seharusnya ditanggung pemerintah sebelumnya selalu ditalangi KAI. Tahun lalu, KAI mengeluarkan Rp 1,8 triliun untuk melakukan perawatan dan kegiatan operasional prasarana. Di sisi lain, KAI tak pernah membayar penerimaan negara bukan pajak dari penggunaan prasarana atau TAC. Gara-gara kondisi ini, muncul asumsi KAI tak perlu membayar TAC ke Kementerian Perhubungan karena IMO telah dibiayai KAI.
“Secara teori, kontrak IMO ini lebih bagus. Karena TAC tak pernah lebih tinggi daripada IMO,” ujar Edi.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengakui penandatanganan kontrak IMO antara KAI dan Kementerian Perhubungan sebagai langkah besar buat perkeretaapian. Walaupun kewajiban pemerintah membiayai IMO sudah tertuang dalam Undang-Undang Perkeretaapian yang keluar pada 2007 dan harus dimulai pada 2011, duit IMO itu belum kunjung cair.
Pelaksanaan IMO sempat dikebut gara-gara tabrakan kereta api Argo Bromo Anggrek dengan Senja Utama Semarang yang menewaskan 36 orang pada Oktober 2010 silam.
“IMO ini sudah telat 4 tahun 3 bulan. Kalau enggak ada kecelakaan itu, entah kapan jadinya,” ujar Jonan.
KHAIRUL ANAM