TEMPO.CO, Denpasar - Sidang praperadilan yang diajukan tersangka Margriet Megawe di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, 28 Juli 2015, berlangsung panas. Tim kuasa hukum Kepolisian Daerah Bali dan pengacara Margriet saling bantah soal keterangan saksi ahli yang diajukan pihak Margriet, Tomy Sihotang.
Dalam persidangan itu, Tommy mempermasalahkan penggunaan lie detector dalam proses penyidikan. Menurut Tommy, lie detector tidak dapat dijadikan alat bukti kuat karena tidak langsung terkait dengan kasus pembunuhan.
“Istilahnya, itu alat bukti putus asa. Begitu pula dengan keterangan saksi ahli,” katanya. Hakim sempat menukas keterangan Tommy karena dianggap melampaui keahliannya. “Kan, Anda bukan ahli forensik."
Beberapa saat kemudian, pengacara Polda dengan jujur meragukan kompetensi Tommy sebagai saksi ahli. Pernyataan pengacara Polda itu kontan memancing reaksi kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel. “Mohon pernyataan itu dicatat, Yang Mulia, pengacara polisi meragukan kompetensi ahli yang sudah sering dimintai nasihat Mabes Polri,” ujar Hotma.
Tommy sendiri langsung menanyakan bagian mana yang membuat kompetensinya diragukan. Namun hakim kemudian melerai adu mulut yang terjadi.
Selain itu, dalam kesaksiannya, Tommy menjelaskan, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, motif suatu pembunuhan harus diungkapkan penyidik dengan jelas. “Hanya orang gila yang melakukan suatu perbuatan tanpa motif. Kalau itu yang terjadi, dia harus dibebaskan,” ucap Tommy menjawab pertanyaan tim pengacara Margriet.
Menurut dia, motif pembunuhan menjadi pelengkap dari komponen lain, yakni pelaku, korban, dan alat bukti. Bila tidak ada motif yang ditemukan, “Kasus itu harus dinyatakan batal demi hukum,” tutur Tommy.
Atas argumentasi saksi ahli Margriet itu, hakim tunggal Ahman Paten Sili balik bertanya, apakah dalam kasus pembunuhan harus ada kejelasan pelakunya. Tommy menjawab bahwa wajib ada pelakunya. Tapi Tommy tampak kebingungan ketika hakim mencecar, motif atau pelakunya dulu yang harus ditemukan dalam pengungkapan sebuah kasus pembunuhan.
Motif pembunuhan Angeline sempat jadi masalah karena Polda Bali mengakui belum menemukan motif yang jelas di balik pembunuhan Engeline oleh Margriet. Ini berbeda dengan posisi Agus Tai, pembantu Margriet, yang mengaku membantu membungkus dan mengubur mayat Engeline karena diiming-imingi imbalan Rp 200 juta oleh Margriet.
ROFIQI HASAN