TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) kembali menggelar unjuk rasa di gedung kantor anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II itu. Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja JICT Firmansyah mengatakan dia dan para pekerja lain menuntut konsesi JICT dibatalkan karena merugikan keuangan negara. “Harga privatisasi JICT tidak wajar,” kata Firmansyah saat dihubungi, Selasa, 28 Juli 2015.
Harga privatisasi JICT yang saat ini sebesar US$ 215 juta dinilai tidak wajar mengingat ketika konsesi dibuat pada 1999 harganya US$ 243 juta. Padahal kapasitas dan aset pelabuhan saat ini sudah meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan saat krisis ekonomi kala itu.
Firmansyah mengklaim ada sebanyak 400-500 pekerja yang berpartisipasi dalam aksi simpatik itu. Mereka mendatangi gedung kantor itu pada pukul tiga dinihari tadi. Aksi ini, kata dia, akan dilakukan hingga tuntutan mereka terpenuhi.
Serikat Pekerja juga menyuarakan tuntutan pencopotan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino. Menurut Firmansyah, Lino mengklaim perpanjangan konsesi telah disepakati, padahal kenyataannya belum.
Pelindo berencana buru-buru memperpanjang konsesi pengelolaan terminal peti kemas dengan Hutchison Port Holdings (HPH) walau kontrak sebenarnya baru berakhir pada 2019. Dulu konsesi disepakati karena Indonesia belum bisa mengelola sendiri pelabuhan tersebut. "Sekarang kami mampu mengelola sendiri," kata Firmansyah.
Diberitakan sebelumnya, Lino mengklaim Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno telah menyetujui perpanjangan kontrak dengan HPH itu. Artinya, kontrak HPH di JICT yang habis pada 2019 dan di TPK Koja pada 2018 bakal diperpanjang selama 20 tahun lagi. Namun, pernyataan Ribi ternyata tak utuh dikutip Lino.
Dalam surat persetujuan Rini disebutkan, Menteri BUMN secara prinsip menyetujui rencana perpanjangan kontrak Pelindo II dengan HPH. Namun Menteri BUMN memberi syarat perpanjangan itu harus mengacu pada Undang-Undang Pelayaran, yang memisahkan peran operator dan regulator pelabuhan. Artinya, Pelindo II sebagai operator harus mendapat konsesi terlebih dulu untuk mengelola pelabuhan dari regulator, yaitu otoritas pelabuhan.
Pelindo II dalam hal ini dinilai tidak punya hak melakukan perpanjangan konsesi karena hal itu merupakan domain otoritas pelabuhan yang berada di bawah Kementerian Perhubungan.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA