TEMPO.CO, Bangkalan - Kekerasan dengan menggunakan carok belum sirna di Madura. Kejadian terakhir berlangsung di Desa Berbeluk, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan, pada Selasa malam, 28 Juli 2015. Malam itu, warga desa digemparkan oleh tewasnya B. Penduduk Dusun Mantuan tersebut ditemukan tak bernyawa akibat dicelurit oleh tetangganya berinisial D.
Polisi tengah menyelidiki motif pembunuhan ini. Wakil Kepala Kepolisian Resor Bangkalan Komisaris Mudakkir mengatakan kasus carok tak lepas dari kebiasaan orang Bangkalan suka membawa senjata tajam, khususnya celurit, saat bepergian.
Kebiasaan itu, kata dia, membuat orang mudah bertikai bila ada permasalahan, meskipun penyebabnya sepele. "Kebiasaan membawa senjata tajam harus ditinggalkan," katanya, Rabu, 29 Juli 2015.
Menurut Mudakkir, sosialisasi menanggalkan celurit saat bepergian sudah sering digelar pihaknya. "Tradisi membawa celurit memang masih kental di Bangkalan. Di kabupaten lain, seperti Sumenep, mulai ditinggalkan," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Satuan Intelijen Keamanan Polres Bangkalan Ajun Komisaris Hamid. Karena ada kebiasaan membawa celurit, kata dia, konflik kecil susah diselesaikan melalui musyawarah. "Sanksi orang yang kedapatan membawa senjata tajam sebetulnya sudah berat. Mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951 tentang darurat," kata dia.
Data Kepolisian Resor Bangkalan menyebutkan sepanjang Juli 2015 telah terjadi tiga kasus carok. Kejadian itu menewaskan lima orang dan menyebabkan empat orang luka berat. Semua carok terjadi akibat perkara sepele. Misalnya carok di Desa Pakaan Laok, Kecamatan Galis, pada 20 Juli lalu, dipicu oleh saling pandang di antara penonton saat berlangsung panggung musik.
Entah bagaimana mulanya, aksi saling pandang itu berujung perkelahian dengan senjata tajam. Dua orang tewas dalam carok tersebut.
MUSTHOFA BISRI