TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arif Hidayat mengatakan telah menyiapkan peraturan khusus dalam menghadapi persidangan sengketa pemilihan kepala daerah, tanpa harus merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Arif menargetkan peraturan tersebut selesai akhir bulan ini. "Apakah mau direvisi atau tidak, itu bukan masalah MK. Kami siapkan sistem perangkat yang ada lewat pengawasan ketat," ucap Arif di MK, Jakarta, Selasa, 28 Juli 2015.
Rencana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK muncul saat rapat konsultasi Mahkamah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. MK meminta jangka waktu penyelesaian sengketa pilkada diperpanjang menjadi 60 hari dari semula 45 hari. Musababnya, dengan batas 45 hari, MK hanya dapat menyelesaikan satu perkara perselisihan sekitar 30 menit per hari.
Sejumlah fraksi di DPR sepakat merevisi undang-undang tersebut, meskipun rencana ini ditengarai sebagai cara menunda pelaksanaan pilkada yang dijadwalkan pada 9 Desember 2015. Namun DPR tak juga merevisi beleid tersebut karena sedang masa reses.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, juga menolak revisi ini. Ia menilai revisi UU MK akan berdampak pada Undang-Undang Pilkada.
"Maka pasal penyelesaian sengketa di UU Pilkada harus berubah pula, mengikuti keinginan MK," ucap Arteria. "Ini kan hanya seperti celah saja untuk menunda pilkada."
Menurut Arif, lembaganya siap menjalankan amanah penyelesaian sengketa seperti aturan semula. Meski begitu, ia berharap tak ada satu pun sengketa pilkada serentak di 269 daerah di Indonesia yang masuk ke MK.
"Semoga semua sengketa bisa diselesaikan di tingkat bawah secara fair, tanpa harus ke MK. Kami tak ingin ada sengketa," tutur Arif.
PUTRI ADITYOWATI | INDRI MAULIDAR