TEMPO.CO, Jakarta - Calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, As'ad Ali, tak tahu adanya intimidasi dari panitia kepada peserta Muktamar (muktamirin) akibat perdebatan model pemilihan dengan ahlul halli wal aqdi (AHWA). Pada Muktamar ke-33 ini, sejumlah ulama berbeda pendapat tentang konsep pemilihan dengan voting muktamirin atau melalui musyawarah 9 ulama perwakilan.
"Saya tidak tahu ada intimidasi akibat itu. Saya justru tahu dari pertanyaan-pertanyaan wartawan," kata As'ad kepada Tempo, Ahad, 2 Agustus 2015.
Baca Juga:
Sejumlah muktamirin mengaku diintimidasi panitia Muktamar. Mereka dipaksa bersedia mengikuti proses pemilihan Rais Aam melalui AHWA atau perwakilan ulama. Peserta yang tak setuju akan dipersulit kepesertaannya dalam kegiatan muktamar pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur, ini.
As'ad mengatakan tak ada satu pun pendukungnya yang menjadi korban intimidasi panitia. Namun ia mengakui perdebatan soal metode pemilihan di lingkup internal NU kian panas.
Menurut As'ad, banyak muktamirin mengaku tak setuju dengan pemilihan langsung atau voting karena khawatir ada politik uang dalam pencalonan. "Sehingga ketua akan dipilih berdasarkan agama, akhlak, komunikasi, dan kewibawaannya oleh AHWA."
As'ad pun mendukung pemilihan lewat AHWA. "Jangan sampai money politics menjalar ke NU," ujarnya.
Sejauh ini terdapat beberapa nama yang maju dalam pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU, yaitu inkumben Said Aqil Sirodj, As'ad Ali, Salahuddin Wahid, dan Muhammad Adnan (mantan Ketua NU Jawa Tengah). Pemilihan ketua umum akan digelar pada hari terakhir Muktamar, yakni Kamis, 6 Agustus 2015.
PUTRI ADITYOWATI