TEMPO.CO, Gunungkidul - Memasuki masa puncak musim kemarau pada Agustus ini Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Gunungkidul justru meminta pelanggannya untuk meningkatkan konsumsi air agar perusahaan tidak merugi arena ongkos operasional yang terlampau tinggi. “Karena tarif belum ada perubahan, kami mendorong konsumsi bisa lebih tinggi saat kemarau seperti sekarang,” kata Direktur Utama PDAM Gunungkidul Isnawan Fibriyanto kepada Tempo, Senin, 3 Agustus 2015.
Selama ini PDAM Gunungkidul melakukan pengambilan air di tiga sumber air utama selama 24 jam. Adapun tarif layanan saat ini belum mengalami kenaikan yakni dari yang termurah Rp 2.700, Rp 3.200, dan Rp 4.200 per meter kubiknya.
Pada saat kemarau, penggunaan air PDAM sekitar 10 meter kubik per bulan dengan tarif Rp 3.200 per meter kubik. Adapun ongkos operasional PDAM baru impas manakala pelanggan menggunakan layanan minimal 30 meter kubik dengan biaya Rp 4.200. Padahal ongkos operasional pada saat kemarau lebih tinggi, karena membutuhkan listrik yang lebih banyak. “Karena permukaan air tanah di tiga sumber mulai turun, ” ujar Isnawan.
Masalahnya, pada saat kemarau pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara justru menurun. Sehingga pelayanan PDAM yang seharusnya bisa 24 jam, hanya bisa selama 10-20 jam saja.
Hingga awal bulan ini, permukaan air tanah di sumber-sumber air PDAM terpantau menurun 15-20 persen meskipun belum mempengaruhi debit secara signifikan. Isnawan mengatakan untuk pengambilan sumber air di Pantai Baron masih bisa terangkat hingga 150 liter per detik, sedangkan dari Gua Seropan sumber air masih terangkat hingga 160 liter per detik, adapaun dari sumber air di Bribin masih menyumbang 80 liter per detik. “Debit air belum terpengaruh turunnya permukaan air tanah,” ucapnya.
Camat Tepus Sukamto yang daerahnya termasuk mengalami kekeringan terparah mengatakan penyaluran bantuan air akan ditangani dua pihak yakni kecamatan dan Dinas Sosial. "Dropping air ini gratis bagi warga, namun hanya untuk kebutuhan rumah tangga, bukan untuk pertanian," ujarnya.
Penyaluran bantuan dilakukan berdasarkan usulan dari masing-masing desa dan kesiapan armada. Untuk desa yang masih bisa memanfaatkan sumber air seperti telaga yang belum kering maka jatah airnya akan dialihkan pada daerah lainnya.
Berdasarkan rekapitulasi data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta hingga Juli 2015 lalu menunjukkan, jumlah total kecamatan yang terdampak kekeringan terparah ada di Gunungkidul mencapai 14 kecamatan. Kemudian disusul Kabupaten Bantul sebanyak 8 kecamatan, Kulonprogo 4 kecamatan, dan Sleman 3 kecamatan.
PRIBADI WICAKSONO