TEMPO.CO , Jakarta:Jakarta - Badan Pengawas Pemilu menyetujui pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengatur pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Komisioner Bawaslu Nasrullah meminta pemerintah mengatur perpanjangan masa pendaftaran calon tunggal dan menambah penjelasan sanksi pelanggaran pilkada dalam perppu.
"Kami titip soal penegakkan hukum pilkada dalam perppu. Jangan tanggung, sebab di Undang-Undang tentang Pilkada ada kekosongan itu," kata Nasrullah di kantornya, Senin, 3 Agustus 2015.
Nasrullah meminta pemerintah mengatur sanksi hukum untuk menjerat calon kepala daerah yang melakukan politik uang dengan pemberian mahar kepada partai, atau penyuapan kepada masyarakat. Pasalnya, tak ada satupun pasal yang mengatur soal itu di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 3015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Kalau petahana PNS bisa dijerat pasal tindak pidana korupsi, kalau dari orang biasa dari partai dijerat apa?" kata Nasrullah.
Bawaslu menemukan sejumlah pelanggaran dalam tahap pencalonan pilkada. Selain mahar politik, Bawaslu menemukan penyalahgunaan wewenang petahana dalam menggunakan fasilitas pemerintah daerah untuk kampanye. Bawaslu menemukan sejumlah alat peraga (baliho, spanduk) yang dipasang calon petahana untuk mempromosikan dirinya, bukan program daerah. Ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 71 ayat 2.
"Bawaslu meminta bantuan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit dugaan penggunaan APBD atau APBN," kata Nasrullah. Hasil temuan BPK, kata dia, akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan atau Kepolisian.
Selain itu, Nasrullah meminta pemerintah menambah waktu pendaftaran bagi daerah dengan calon tunggal. Padahal, Komisi Pemilihan Umum sudah membuka dua ronde pendaftaran, yang terakhir ditutup sore ini pukul 16.00 waktu setempat."Tambah kira-kira 10 hari dibanding diundur sampai 2017. Kalau diundur, biayanya lebih banyak," kata Nasrullah.
Ia tak setuju usulan adanya bumbung kosong sebagai lawan calon tunggal. Musababnya, masyarakat tak bisa menuntut hasil pilkada jika bumbung kosong unggul dalam pemilihan. Selain itu, Nasrullah berpendapat penundaan pilkada hingga 2017 hanya memperbesar anggaran pilkada serentak.
PUTRI ADITYOWATI