TEMPO.CO, Jombang - Perhelatan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, memang telah usai. Namun forum tertinggi organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia itu masih menyisakan setumpuk masalah. Antara lain munculnya dua kubu yang mendukung dan menolak muktamar, mengemukanya tuduhan pelanggaran mekanisme forum persidangan, pembentukan rais aam, gratifikasi, dan politik uang.
Menyikapi masalah-masalah tersebut, KH Afifuddin Muhajir, salah seorang kiai tasawuf yang sedih melihat pelaksanaan muktamar, melontarkan sindiran. “Saya hanya ingin menyampaikan pepatah Arab yang mengatakan orang yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin memberikan sesuatu,” kata Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Asembagus, Kabupaten Situbondo, itu.
Baca Juga:
Pernyataan itu disampaikan Afif di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Rabu malam, 5 Agustus 2015 dalam forum lintas Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang menolak hasil Muktamar NU ke-33.
“Orang yang tidak punya uang tidak mungkin bisa memberikan uang. Orang yang tidak punya ilmu tak mungkin memberikan ilmu. Seseorang yang tidak baik tidak mungkin memperbaiki orang. Seseorang yang tidak jujur tidak mungkin membuat orang lain jujur,” kata ulama ahli ushul fiqih tersebut.
Makna yang terkandung dalam pernyataan itu seolah menyindir kelompok-kelompok yang diduga bermain curang dalam muktamar, termasuk timbulnya praktek politik uang. “Selama ini NU dianggap sebagai pengawal moral, benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mungkinkah muktamar seperti ini memberikan produk yang bisa memperbaiki moral masyarakat yang tidak baik?” kata kiai yang dikenal wara’ (rendah hati) ini.
Ia juga menyindir tema Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia yang diusung panitia muktamar. Menurut dia, tak mungkin seseorang yang dirinya tidak beradab bisa membuat membuat negara jadi beradab. Kiai yang dikenal irit bicara ini pun menyatakan sikap tegas. “Produk muktamar yang tidak mungkin memperbaiki kondisi dan situasi, baik negara maupun dunia, tak perlu diakui."
Pernyataan-pernyataan Afif mendapat tepuk tangan dan pekikan tabir muktamirin yang menolak muktamar. Meski sebagian besar Pengurus Wilayah NU menolak, pihak yang setuju muktamar tetap memilih KH Makruf Amin sebagai Rais Aam KH Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umum PBNU periode 2015-2020.
ISHOMUDDIN