TEMPO.CO - KANTOR Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, lengang. Hanya dua dari belasan staf yang terlihat saat kami menyambangi kantor seluas lapangan basket itu tiga hari yang lalu. Kondisi tersebut jauh berbeda pada tiga pekan sebelumnya. “Sekarang kami agak santai. Tidak seperti pekan-pekan sebelumnya. Staf kami bahkan masih harus bekerja saat malam takbiran menyelesaikan permintaan riset dari sejumlah calon kepala daerah,” ujar Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan.
Di akhir Ramadan, SMRC kebanjiran order dari seratusan calon kepala daerah yang ingin mengukur elektabilitas mereka. Mengeluarkan uang Rp 150-300 juta untuk sekali riset tak masalah bagi calon wali kota atau bupati (untuk calon gubernur, biayanya bisa dua kali lipat). Sebab, mereka bisa rugi miliaran rupiah jika maju tanpa mengetahui berapa orang yang akan memilih mereka.
Riset itu harus selesai sebelum pendaftaran peserta pilkada pada 26-28 Juli lalu. Sejak penutupan pendaftaran, tugas Djayadi dan teman-temannya hanya memantau keputusan KPU terkait penetapan calon kepala daerah, pekan depan. Setelah itu, mereka akan kebanjiran order lagi. “Pasti akan ada permintaan untuk meriset peta pertarungan pasca penetapan pasangan calon,” katanya.
Momen pilkada serentak yang akan berlangsung di 269 wilayah pada tahun ini merupakan tambang emas bagi para praktisi lembaga survei. Jasa mereka dibutuhkan para kandidat untuk memetakan elektabilitas dan peluang bertarung dengan para lawan. Partai politik pun sangat berkepentingan dengan jasa mereka. Sebab, hasil riset merupakan salah satu pertimbangan untuk mengeluarkan layak-tidaknya seorang calon untuk mendapatkan rekomendasi partai. Begitu pula upaya mereka menjajaki peluang koalisi dengan partai lain.
Meski tahap pencoblosan dijadwalkan pada akhir tahun, sejumlah lembaga riset mengaku sudah lama kebanjiran order. Sejak Januari lalu, kata Djayadi, tim riset SMRC sudah terjun sebanyak 130 kali. Proyek itu relatif tak mengalami kendala karena mereka memiliki infrastruktur yang cukup mapan. Para koordinator wilayah yang ditanam di setiap provinsi memiliki jejaring dengan ratusan tenaga survei di kabupaten-kota. Data lapangan semuanya diolah dengan mengandalkan enam staf statistik dan sepuluh analis yang semuanya bergelar doktor.
Selanjutnya >> Tarif survei dan konsultan...