TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang dan Cina berebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jepang sudah melakukan studi kelayakan (feasibility study) sejak 2011 dan baru rampung Maret lalu. Adapun Cina baru mulai tahun ini dan selesai dalam waktu lima bulan. Ini hasil studi kelayakan mereka.
Jepang
- Nilai proyek: Rp 60,79 triliun.
- Panjang rel: 140 kilometer.
- Lintasan: Dukuh Atas (Jakarta)-Gedebage (Bandung).
- Jumlah stasiun: delapan.
- Kecepatan maksimum: 320 kilometer per jam.
- Skema pembiayaan: 75 persen pinjaman lunak Jepang, bunga 0,1 persen, tenor 40 tahun, dan 10 tahun grace period. Pemerintah mengeluarkan 16 persen untuk pembebasan lahan, pajak, layanan teknis, dan manajemen. Sisa 10 persen dari SPV (operator kereta cepat).
- Rencana proyek: Konstruksi 2016, test-run 2019, dan pengoperasian 2021.
Cina
- Nilai proyek: US$ 5,5 miliar (sekitar Rp 71,5 triliun).
- Panjang rel: 150 kilometer.
- Jalur: Halim Perdanakusuma (terhubung dengan Manggarai dan Gambir)-Bandung
- Jumlah stasiun: delapan.
- Kecepatan maksimum: 300 kilometer per jam.
- Skema pembiayaan: BUMN mendapat pinjaman 60 persen dari total biaya proyek, tenor 40 tahun, grace period 10 tahun, dan bunga 2 persen. Skema pembebasan lahan belum ditentukan.
- Rencana proyek: Mulai konstruksi Agustus atau September 2015, selesai 2018.
Sebelas Konsultan Calon Penilai Studi Jepang Vs Cina
- AECOM, Amerika Serikat.
- ALG, Inggris.
- ARUP, Inggris.
- Boston Consulting Group, Amerika Serikat.
- Colas Rail, Inggris.
- KPMG, Belanda.
- McKinsey, Amerika Serikat.
- Royal Haskoning, Belanda.
- Salini Impregilo, Italia.
- TYPSA, Spanyol.
- T.Y.Lin International Pte Ltd, Singapura.
KHAIRUL ANAM
SUMBER: WAWANCARA | DOKUMEN