TEMPO.CO, Kairo - Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi telah menyetujui undang-undang anti-terorisme yang akan sepenuhnya diwenangkan kepada pengadilan khusus serta memberikan perlindungan kepada aparat penegak hukum.
Seperti yang dilansir Al Jazeera pada 17 Agustus 2015, undang-undang itu diterbitkan dalam surat kabar resmi pemerintah, Minggu 16 Agustus 2015.
Seorang pengamat hukum, mengatakan bahwa dalam undang-undang tersebut terdapat kontroversi. Pasalnya undang-undang ini ditujukan untuk memproteksi penguasa dan para aparat penegak hukum Mesir bukan lagi masyarakat.
"Hukum di sini adalah sistem yang tidak melindungi warga negara, melainkan melindungi negara ... hal ini menjadi indikasi konsolidasi kekuasaan di tangan eksekutif," kata Dalia Fahmy dari New York.
Selain itu, Fahmy yang merupakan seorang asisten profesor di Long Island University dan anggota dari Asosiasi Hukum Peraturan Mesir, mengatakan bahwa setiap media "yang menentang narasi nasional, akan didenda".
Dikatakannya bahwa hal tersebut akan menjadi pengekangan terhadap kebebasan pers di Mesir.
Selain itu, undang-undang ini mengatur denda kepada mereka yang mengeluarkan pernyataan yag tidak sesuai dengan versi pemerintah dalam setiap serangan teroris sejumlah $ 25.000 atau sekitar Rp 347 juta dan maksimum USD 50 ribu (Rp 700 juta).
Dalam undang-undang itu juga dijelaskan bahwa pembiayaan kepada "kelompok teroris" juga akan membawa hukuman penjara seumur hidup atau 25 tahun. Menghasut kekerasan, yang mencakup "mempromosikan ide-ide yang menyerukan kekerasan" akan menyebabkan antara lima dan tujuh tahun penjara.
Meskipun dikritik oleh aktivis HAM, UU tersebut telah mendapat dukungan dari banyak pendukung Sisi yang menuntut agar pemerintah segera memulihkan stabilitas di negara berpenduduk 87 juta orang.
AL JAZEERA|YON DEMA