TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat Trigana Air jenis ATR 42 PK YRN dengan nomor penerbangan IL 267, yang membawa 54 penumpang, lima di antaranya kru pesawat, diduga jatuh setelah menabrak gunung di Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, dengan ketinggian 2.400-2.700 meter. Pesawat meledak dan luluh-lantak sebelum mencapai bandara yang jaraknya 7-8 mil.(Lihat Video Kronologi Hilangnya Pesawat Trigana Air)
Keesokan harinya, puing-puing pesawat yang berserakan bersama seluruh jasad korban hangus terbakar ditemukan tak jauh dari titik lokasi pesawat itu hilang. Sampai kemarin, 54 jasad tersebut belum bisa dievakuasi karena faktor cuaca dan sulitnya medan.
Tim evakuasi gabungan Badan SAR Nasional telah mengamankan kotak hitam pesawat tersebut. Pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum mau menyimpulkan penyebab kecelakaan pesawat sebelum menganalisis isi kotak hitam itu. (Lihat Video Black Box Trigana Air Ditemukan)
Tapi, menurut Direktur Operasi AirNav Wisnu Darjono, pesawat dalam kondisi layak terbang. "Karena pesawat itu sudah terbang pagi harinya dengan rute yang sama," kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Agustus 2015.
Pada Ahad, 16 Agustus 2015, pesawat berangkat dari Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, pukul 14.21 WIT. Lalu, pilot pesawat Kapten Hasanudin tercatat terakhir mengontak Tower Oksibil pada pukul 14.55 WIT.
Saat itu, kata Wisnu, pesawat berada pada ketinggian 13.500 kaki atau sekitar 4.000 meter di Atas Permukaan Laut. "Pesawat minta izin memasuki sirkuit Bandara Oksibil dan bersiap melakukan pendaratan," ujarnya.
Pada pukul 15.00 WIT, Tower Oksibil kembali mencoba mengontak pesawat. Namun tak ada balasan. Berdasarkan hasil pantauan radar terakhir, pesawat ada pada ketinggian 8.800 kaki atau sekitar 2.600 mdpl.
Pada posisi ini, lokasi pesawat berjarak 7-8 mil dari Bandara Oksibil. Wisnu juga mengatakan area lokasi terakhir terpantaunya pesawat adalah daerah perbukitan dengan rata-rata tinggi mencapai 13.500 kaki atau 4.000 mdpl. "Faktanya, pada ketinggian terakhir pesawat itu adalah lokasi lereng perbukitan," tuturnya.
Dengan demikian, ada dugaan pesawat langsung jatuh menabrak gunung. Namun ada pula dugaan lain soal pesawat yang ingin menghindari gunung, lalu melakukan manuver tapi gagal sehingga jatuh menabrak gunung.
Adapun, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, yang diterima AirNav Indonesia, cuaca saat itu sedang bagus. Awan hanya sepotong-sepotong. Tak ada awan yang memblok pandangan mata pilot hingga sejauh 5 kilometer. (Lihat Video Inilah Daftar Kecelakaan Pesawat di Papua)
Karena itu, kata dia, pilot seharusnya dapat melihat jelas ada gunung yang membentang di sana. "Soal misteri di ketinggian 8.800 feet itu, biar KNKT saja yang investigasi," katanya.
YOLANDA RYAN ARMINDYA