TEMPO.CO, Depok - Ahmad Zakaria, 30 tahun, menuturkan kisah percakapan terakhirnya dengan Mario Rheso Buntoro, 36 tahun, teknisi pesawat Trigana Air yang jatuh di Papua.
Mario yang bekerja selama delapan tahun di Trigana merupakan salah satu korban Trigana Air IL-257 rute Jayapura-Oksibil, yang hilang kontak Minggu 16 Agustus 2015. Ahmad berujar, pria lulusan Jurusan Penerbangan Aeronautika Universitas Suryadharma angkatan 1998 tersebut, masih sempat berkomunikasi dengan istrinya, menanyakan keadaan Ahmad, serta kedua anaknya.
"Terakhir berkomunikasi dengan istrinya, pada pukul 12.00 WIB, sebelum pesawat yang ditumpangi Mario jatuh," ujar Ahmad, Rabu 19 Agustus 2015.
Menurut dia, itu memang kebiasaan Mario. Apabila bertugas di Papua, kakak iparnya itu bisa sampai tiga minggu. "Bila berada disana komunikasi terus dilakukan. Mas Rio selalu menanyakan keadaan keluarga," ucapnya. Adik Mario juga bekerja sebagai pramugari di Trigana Air.
Ia mengatakan bila libur, Mario sering keluar malam dan menyempatkan waktu untuk bersosialisasi di sekitar rumahnya di Depok. "Keluarga sangat kehilangan. Tapi, kami sudah bisa menerima begitu dapat kabar keadaan pesawatnya," ujarnya.
Yang menyedihkan pihak keluarga, kata Ahmad, hingga saat ini kedua anaknya yang baru berusia tujuh dan tiga tahun belum menyadari kepergian ayahnya. Ketika ada tayangan di TV, yang memberitakan kecelakaan Trigana, anaknya yang berusia tiga tahun selalu bilang, "Itu ada ayah aku."
"Tidak tahu bahwa ayahnya telah meninggal. Tapi, kami sudah mencoba memberi pemahaman bahwa ayahnya tidak akan kembali," ujar Ahmad.
Pesawat Trigana Air IL-257 itu membawa 54 orang termasuk lima kru pesawat. Kelima orang kru dalam pesawat Trigana Air IL-257, yaitu kapten pilot Hasanudin, flight officer Ariadin F, pramugari Ika N dan Dita A, dan Mario, yang menjadi teknisi di dalam pesawat itu.
IMAM HAMDI