TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah memprediksi keributan yang terjadi di permukiman padat Kampung Pulo, Jakarta Timur. Meski begitu, ia berujar, penggusuran harus tetap berlangsung karena warga tinggal di lahan negara.
"Pasti ribut, tapi mau tak mau harus jalan, tak ada pilihan," kata Ahok di Balai Kota, Kamis, 20 Agustus 2015.
Penggusuran permukiman di tiga rukun warga berlangsung hari ini, 20 Agustus 2015. Kericuhan terjadi saat penggusuran berlangsung. Warga melempari petugas dengan batu, sedangkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja menyemprotkan gas air mata kepada warga.
Ahok menjelaskan tuntutan ganti rugi yang diajukan warga tak berdasar. Pemberian ganti rugi hanya diberikan kepada warga yang memiliki sertifikat hak milik atas lahan yang ditempati. Sedangkan warga Kampung Pulo, yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung, tak memiliki sertifikat itu. (Baca: Penggusuran Kampung Pulo, Ini Kesepakatan Terakhir Ahok-Warga)
Penggusuran di Kampung Pulo itu sedianya bakal merelokasi 500 kepala keluarga ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat. Lahan sudah dikosongkan untuk mengembalikan lebar Sungai Ciliwung menjadi sekitar 15-20 meter.
Untuk itu, Ahok mengatakan, pemberian ganti rugi kepada warga bakal menyalahi peraturan yang berlaku. Ia berujar, tuntutan itu hanya berasal dari sekelompok kecil warga. Sebab, berdasarkan laporan yang diterimanya, sebagian warga sudah bersedia pindah ke rumah susun. "Dasarnya pemberian ganti rugi itu apa?" ujar Ahok.
LINDA HAIRANI