TEMPO.CO, Jakarta - Bentrokan warga dengan aparat yang terjadi di sekitar Kampung Pulo tidak mengganggu Herman, 58 tahun, yang sedang asyik tidur di rumahnya. Herman adalah Ketua RT 09 RW 01 Kelurahan Melayu yang rumahnya ikut direlokasi Pemprov DKI Jakarta. "Ngapain ikut rusuh-rusuh, mending tidur siang," kata Herman ketika didatangi Tempo, Kamis, 20 Agustus 2015.
Rumah Herman terletak persis di pinggir Kali Ciliwung, Jalan Anwar, Kampung Pulo. Rumah sederhana berukuran 6x4 meter itu terlihat kosong, hanya ada televisi, kipas angin, dan satu kursi plastik. "Barang sudah diangkut semua ke rusun. Istri, anak, dan cucu juga sudah di sana," ujar Herman.
Herman adalah salah satu warga yang dengan senang hati menerima penggusuran Kampung Pulo. Di saat warga lain melakukan perlawanan, Herman dan sebagian besar warga Jalan Anwar memilih segera pindah ke rusun yang disediakan. Herman justru merasa senang kampungnya diperbaiki pemerintah dan diberikan tempat yang menurut dia lebih baik di rusun. "Enggak sedih digusur. Di sana enak, mewah, kayak apartemen, daripada di sini banjir enggak selesai-selesai," kata dia sambil tertawa.
Banjir yang tak kunjung selesai menjadi alasan utama Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk membersihkan kampung ini. Menurut penuturan Herman, banjir mulai jadi agenda rutin di kampungnya sejak dekade 80-an. Semasa kecil, ia mengaku biasa bermain di Kali Ciliwung. "Wah dulu waktu saya kecil kali nih bening," kata dia. "Dulu orang mandi, cuci beras, renang, enak. Rindang banyak pohon-pohon."
Hampir seluruh rumah di Jalan Anwar bertingkat dua. Hal tersebut merupakan bentuk antisipasi banjir yang selalu melanda kawasan ini setiap musim hujan. "Kita sih udah biasa. Saya biasanya dikabari lewat HT tinggi air di Katulampa berapa, entar umumin di musala. Warga tinggal siap-siap aja nunggu air masuk," kata Herman.
Selanjutnya: Kenangan 58 tahun