TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bantul Supardi mengatakan telah menemukan bukti adanya belasan pejabat pemerintahan di Kabupaten Bantul yang diduga tidak netral di pemilihan kepala daerah (pilkada). Mereka menempati posisi beragam, mulai dari sekretaris daerah, kepala dinas, camat, lurah, hingga kepala dukuh. “Kami punya bukti kesaksian dan foto 17 orang yang tidak netral,” kata Supardi pada Jumat, 21 Agustus 2015.
Supardi memerinci Panwaslu Bantul menemukan foto 15 pejabat yang menghadiri acara deklarasi pencalonan pasangan calon bupati dan wakil bupati, Sri Suryawidati dan Misbakhul Munir, di lapangan Desa Trirenggo, Bantul, pada Ahad, 14 Juni 2015. Supardi mengatakan pengawas sebenarnya menemukan ada puluhan pejabat pemerintahan tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa yang menghadiri acara deklarasi pencalonan Sri dan Misbakhul. “Tapi, kami hanya punya bukti foto 15 pejabat, sebagian juga laporan dari masyarakat,” kata dia.
Sri merupakan Bupati Bantul periode 2010-2015. Dia berpasangan dengan Misbakhul yang selama ini menjabat sebagai Asisten Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Bantul Bidang Pemerintahan. Deklarasi pencalonannya dihadiri lebih dari 500-an orang.
Panwaslu Bantul sudah memanggil tiga di antara pejabat pemerintahan yang menghadiri acara deklarasi itu. Menurut Supardi, mereka mengaku hanya menghadiri undangan dari panitia deklarasi. Di catatan Supardi, di antara para pejabat itu, ada Sekretaris Daerah Bantul Riyantono, Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Informal Bantul Masharun, dan Camat Kecamatan Sanden Fathoni.
Panwaslu Bantul juga menemukan bukti Kepala Inspektorat Bantul Bambang Purwadi dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Bantul Supriyanto mendatangi kantor DPC PDIP Bantul pada 4 Agustus 2015. Saat itu ada acara tasyakuran penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) korupsi hibah Persiba yang dihadiri oleh Sri dan suaminya, Idham Samawi. Bambang dan Supriyanto sudah membenarkan kedatangannya dan kepada Panwaslu mengaku hanya berniat memantau acara itu saja.
Menurut Supardi, para pejabat pemerintahan itu memang tidak melanggar Undang-Undang Pilkada karena saat peristiwa itu terjadi masa kampanye belum mulai. Akan tetapi, menurut dia mereka melanggar UU Aparatur Sipil Negara (ASN). “Yang dilanggar kode etik, itu diatur di UU ASN,” kata Supardi.
Karena itu, Supardi sudah menyerahkan bukti pelanggaran 17 pejabat tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini. Bawaslu, menurut Supardi, juga sudah mengirim bukti-bukti itu ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, Panwaslu Bantul juga telah berkoordinasi dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta agar ikut terlibat menangani kasus ini.
Pelaksana tugas Ketua ORI DIY, Budhi Masturi, mengaku juga menerima laporan dari masyarakat mengenai kasus ini sejak sebelum Lebaran lalu. Bukti-bukti laporan tersebut menguat setelah ORI DIY berkoordinasi dengan Panwaslu Bantul. “Kami sudah kirim panggilan ke Sekretaris Daerah Bantul untuk meminta klarifikasi pada sepekan yang lalu, tapi dia belum menanggapi,” kata Budhi.
Menurut dia ORI DIY akan menunggu klarifikasi itu sampai 14 hari setelah surat permintaan dilayangkan. “Kalau tidak ada jawaban sampai pekan depan, akan kami panggil,” kata dia.
Tempo belum bisa meminta klarifikasi dari Sekretaris Daerah Bantul, Riyantono. Nomor ponselnya tak aktif saat dihubungi. Humas Pemerintah Kabupaten Bantul Andhy Soelistyo juga tidak menjawab saat dihubungi Tempo.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM