TEMPO.CO, Jakarta - Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang digelar Mahkamah Konstitusi menghadirkan saksi dari keluarga korban Semanggi I. Asih Widodo, ayah dari korban Semanggi I Sigit Prasetyo yang meninggal karena tertembak, menuntut adanya peradilan yang jelas tentang kasus penembakan anaknya yang terjadi pada peristiwa Semanggi I.
Widodo menuntut dampak kerugian dari belum adanya keadilan yang ia dapat terkait penembakan anaknya. “Saya harap yang membunuh anak saya bisa diadili agar saat mati saya bisa rida,” kata Widodo dalam sidang uji materi UU di gedung MK, Selasa, 25 Agustus 2015.
Widodo menuntut MK mengubah UU tentang Pengadilan HAM serta membuat surat perintah untuk menangkap dalang dari pelaku penembakan. Selama 13 tahun ia mengalami kerugian materil, imateril, maupun konstitusinal dalam mengurus dan mengusut kasus kematian anak semata wayangnya.
Widodo mengatakan setiap 13 November dirinya selalu pergi ke kejaksaan. Namun yang didapat dari kejaksaan hanya keterangan jika berkas yang ia ajukan belum lengkap dan berkas yang telah ia kumpulkan selalu dikembalikan.
Selain itu, Widodo juga menggunakan langkah-langkah nonhukum. Ia menggunakan berbagai cara untuk mencari keadilan atas penembakan anaknya saat peristiwa Semanggi I. Widodo membuat tulisan “Anakku Dibunuh TNI, Jidatku Ditodong Polisi” yang ditempelkan di motor tuanya yang selalu ia bawa ke mana-mana. “Di mana keadilan di negara ini,” ujarnya.
Setelah mendengarkan tuntutan dari penggugat, Arief Hidayat, hakim konstitusi MK, mengatakan bahwa Mahkamah hanya bisa menghapus atau mengubah ketentuan yang ada di dalam undang-undang. MK tidak bisa dan tidak berwenang langsung menyelesaikan masalah.
“Ini sudah berbeda kewenangan, MK tidak bisa memerintah,” kata Arief. UU juga akan dibenahi jika UU dirasa sudah tidak sesuai dengan UUD 1945.
BIMA SANDRIA