TEMPO.CO, Jakarta - Masih terjadi penolakan oleh warga terhadap penggenangan Waduk Jatigede di Sumedang yang dijadwalkan pada 31 Agustus 2015. ”Tolak penggenangan sebelum semua dampak sosial diselesaikan. Jika dipaksakan, akan menimbulkan tragedi kemanusiaan,” kata juru bicara pengunjuk rasa, Direktur LBH Bandung Arip Yogiawan, di sela aksi warga di depan Gedung Sate, Bandung, Jumat, 28 Agustus 2015.
Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Jatigede menggelar unjuk rasa menolak penggenangan waduk di depan Gedung Sate, Bandung. Mereka menggelar orasi dan spanduk memprotes rencana penggenangan Waduk Jatigede.
Arip mengatakan, sejak awal pembayaran ganti rugi lahan warga terdampak genangan waduk Jatigede tahun 1980 sampai saat ini, masih belum jelas penyelesaian dampak sosialnya. Soal pembayaran ganti rugi pun, diklaimnya, warga masih komplain. ”Ada 12 ribu komplain belum diselesaikan oleh pemerintah,” kata dia.
Menurut Arip, penggenangan waduk sebaiknya ditunda menunggu kepastian penyelesaian komplain serta penyelesaian dampak sosial yang timbul akibat kepindahan warga. ”Pemerintah harus memikirkan kehidupan warga setelah terusir, setelah dipindahkan, karena setelah pindah seharusnya hidupnya lebih sejahtera,” kata dia.
Arip mencontohkan, hampir 6.000 kepala keluarga yang menerima ganti rugi kelompok B yakni uang Rp 29 juta dinilai tidak mencukupi. ”Uang Rp 29 juta itu tidak bisa menyelesaikan problem masyarakat setelah keluar dari daerah genangan. Untuk mencari pekerjaan, rumah tidak mungkin cukup. Warga masih resah,” kata dia. Dari 11 ribu KK warga terdampak Waduk Jatigede, selebihnya hampir 5.000-an KK menerima ganti rugi Kategori A Rp 133 juta.
Menurut Arip, kendati menerima ganti rugi, mayoritas warga masih belum mempunyai rencana selepas pindah, seharusnya rencana tersebut bisa difasilitasi negara. Ada lokasi yang disediakan untuk relokasi warga, termasuk tanah kas desa di seputaran Jatigede tapi tidak ada kejelasannya. ”Sementara pemindahan warga tiga hari lagi, itu waktu yang sangat singkat sekali sehingga kami melihatnya persiapannya buruk sekali,” kata dia.
Arip mengatakan, jika pemindahan dipaksakan bakal terjadi tragedi kemanusiaan. ”Sudah ada pengosongan di Desa Jemah (yang terdekat), tapi warga belum punya rencana pindah ke mana, kerja apa? Mayoritas bekerja sebagai petani, jangankan untuk membeli lahan pengganti petak sawah, untuk beli rumah pun masih bingung,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang dimintai tanggapannya atas unjuk rasa itu, memilih menyerahkan penjelasannya pada Wakil Bupati Sumedang Eka Setiawan yang saat itu tengah berada di Gedung Sate, Bandung, setelah menerima petikan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri mengenai pengesahan pemberhentian sementara Bupati Ade Irawan. ”Pak Eka lebih paham,” kata dia di Bandung, Jumat, 28 Agustus 2105.
AHMAD FIKRI