TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah pusat tengah kebingungan melihat minimnya serapan anggaran di daerah-daerah. Provinsi DKI Jakarta saja, hingga Juli 2015, baru mampu membelanjakan 19,4 persen dari total Rp 69,28 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI.
Rendahnya serapan anggaran berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, apalagi di tengah sulitnya investasi asing masuk ke Indonesia akibat krisis ekonomi global.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan ada dua solusi yang paling praktis untuk mengatasi hal tersebut.
Pertama, pemerintah pusat dan daerah harus membedakan tahun fiskal. Bila pemerintah pusat menetapkan tahun fiskal pada Januari hingga Desember, tahun fiskal pemerintah daerah pada April-Maret tahun berikutnya.
"Padahal transfer dana dari pusat ke daerah itu butuh tiga bulan. Jadi praktis pemda hanya bekerja delapan bulan saja bila ikut tahun fiskal pemerintah pusat," ujar Robert dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, 29 Agustus 2015.
Solusi kedua, ucap dia, adalah memberi sanksi berat bagi pemerintah daerah. "Sering daerah merasa, saya kerja bagus atau enggak, toh enggak ada sanksi dari pusat. Bahkan tiap tahun bertambah dana transfer daerah," tutur Robert. Karena itu, harus ada sanksi dengan mengurangi jatah dana transfer bila belanjanya sedikit.
Awal Agustus 2015, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan kementeriannya telah mengirimkan surat edaran peringatan soal serapan anggaran pemerintah daerah.
Pemerintah juga menyiapkan sejumlah sanksi bagi pemerintah daerah yang serapan anggarannya rendah. Sanksi yang tengah dirumuskan itu berupa pemotongan dana transfer daerah.
Namun, menurut Robert, sanksi itu harus benar diterapkan tahun depan untuk menghindari masalah yang sama. Serapan rendah adalah masalah yang terus-menerus terjadi selama 15 tahun belakangan. Karena itu, perbaikan sistem sangat diperlukan.
INDRI MAULIDAR