TEMPO.CO, Jakarta - Harga karet di pedalaman Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada akhir Agustus 2015 turun dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.000 per kilogram.
"Turunnya harga karet ini sudah terjadi dalam dua pekan terakhir," kata Irwansyah, petani karet di Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Sabtu, 29 Agustus 2015.
Menurut Irwansyah, turunnya harga karet tersebut membuat petani di kabupaten pedalaman Sungai Barito itu kembali terpukul, sehingga ada yang tidak mau menjual karena menunggu harga membaik.
Turunnya harga karet itu diduga akibat permainan para tengkulak yang menguasai penjualan karet di daerah tersebut dengan menyesuaikan harga pasar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
"Masalahnya, para petani setempat masih bergantung pada para tengkulak, karena di daerah ini tidak ada pabrik karet. Padahal hasil panen karet cukup banyak," ucapnya.
Irwansyah menuturkan turunnya harga karet itu sesuai dengan pengakuan para spekulan, karena pihak pabrik di Banjarmasin juga menurunkan harga karet rakyat tersebut.
"Kami berharap harga karet kembali naik nanti guna membantu petani. Apalagi saat ini harga barang mengalami kenaikan, ditambah saat kemarau ini getahnya berkurang atau sedikit," ujarnya, yang didukung para petani lain.
Karet merupakan salah satu komoditas unggulan kabupaten di pedalaman Kalimantan Tengah, karena sebagian besar masyarakat mengusahakan perkebunan karet, baik bibit lokal maupun unggul.
Luas perkebunan karet rakyat di kabupaten yang terkenal dengan potensi batu bara itu tercatat 35.646 hektare, dengan produksi karet kering mencapai 18.696 ton per tahun.
Perkebunan karet rakyat itu tersebar di sembilan kecamatan di wilayah tersebut.
ANTARA