TEMPO.CO, Banjarnegara - Kongres Sungai Indonesia yang berlangsung lima hari di Kabupaten Banjarnegara ditutup Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ahad, 30 Agustus 2015. Kongres yang digelar dalam rangkaian Festival Serayu dan Pesta Parak Iwak itu menghasilkan maklumat sungai Indonesia.
"Sungai di Indonesia sudah kritis. Harus ada upaya konkret untuk menyelamatkannya," kata Muhammad Yusron, wakil delegasi dari Sulawesi Selatan, saat membacakan maklumat, Ahad, 30 Agustus 2015.
Baca Juga:
Ia berujar, rusaknya sungai menjadi penyebab banjir dan kekeringan. Selain itu, keanekaragaman hayati hilang. Belum lagi masalah penyempitan dan rusaknya sempadan sungai. "Kami sepakat menjalankan revolusi pengelolaan dan kawasan daerah aliran sungai," ucapnya.
Adapun Ganjar Pranowo menuturkan, akibat erosi sungai, sejumlah waduk kehilangan daerah tampungan air. "Serayu sedimentasinya 1,28 juta meter kubik. Waduk Gajah Mungkur sedimentasinya 7 juta meter kubik per tahun," katanya.
Tapi, ucap dia, penurunan kualitas air bukan hanya karena sedimentasi, tapi juga pencemaran. Limbah rumah tangga, perkantoran, dan komersial semuanya masuk sungai. Limbah domestik yang masuk ke sungai sekitar 1 juta meter kubik per hari. Sedangkan limbah perkantoran 450 ribu meter kubik per hari.
Menurut dia, Kongres Sungai Indonesia lahir dari keprihatinan rusaknya sungai. Ia mencontohkan, peradaban besar dunia berawal dari sungai, seperti Mesopotamia, Mesir, dan Cina.
Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno menuturkan Kongres Sungai Indonesia tahun depan digelar di Malang. "Persoalan sungai harus menjadi arus utama," ujarnya.
Terkait dengan pesta Parak Iwak, ia mengatakan 13.500 ikan dengan berat 2,7 ton dilepas ke sungai untuk ditangkap warga secara beramai-ramai. Sekitar sepuluh ribu orang turun ke sungai untuk menangkap ikan yang dilepas panitia.
ARIS ANDRIANTO