TEMPO.CO, Jakarta - Pengadaan 10 mobile crane oleh Pelindo II dinilai sebagai sesuatu yang mubazir. Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proyek pengadaan crane pada 2010 tersebut. "Pengadaan 10 mobile crane tersebut tidak direncanakan sebelumnya," kata mantan General Manager PT Pelindo II Cabang Tanjungpandan, M. Iqbal, Sabtu, 29 Agustus 2015.
Menurut Iqbal, oleh Pelindo pusat 10 crane tersebut akan disebar ke delapan pelabuhan cabang Pelindo, yaitu di Lampung, Palembang, Pontianak, Bengkulu, Banten, Cirebon, Jambi, Teluk Bayur. Awalnya, cabang Tanjungpandang juga ditawari crane, tapi Iqbal menolaknya. "Tidak ada perencanaan barang itu, tapi tiba-tiba kami semacam dipaksa. Saya menolak keras tawaran itu," kata Iqbal.
Proses lelang crane tersebut berlangsung dua kali, karena lelang pertama gagal. Perusahaan vendor asal Cina, Guangxi Narishi Century Equipment Co dinyatakan sebagai pemenang lelang. Anehnya, Guangxi mengirimkan 10 crane tersebut ke Tanjung Priok. Padahal dalam kontrak dinyatakan, vendor harus mengirim crane tersebut ke pelabuhan penerima crane dan Tanjung Priok bukanlah salah satu penerima crane. "Dari 2011 sampai sekarang, alat itu ngendon begitu saja di Tanjung Priok," kata Iqbal.
Berita lain:
Capim KPK Tersangka, Bareskrim Polri: Bukan Johan Budi
Guru SD Telat 111 Kali, Tuding Sarapan Pagi Jadi Biangnya
Selain itu, kata Iqbal, dalam ketentuannya, perusahaan vendor harus mempunyai pengalaman mengimpor. Dalam konteks ini, seharusnya vendor dilakukan perusahaan dalam negeri. Namun kenyataannya, perusahaan vendor justru dari Cina dengan asal produk dari Cina. "Pajak juga ditanggung oleh Pelindo," kata Iqbal dengan nada heran.
Lebih jauh Iqbal bercerita, penolakannya atas tawaran crane disebabkan spesifikasi alat itu sangat tidak memadai untuk pelabuhan. Sebagai gambaran, untuk Tanjungpandan, spesifikasi crane yang dibutuhkan minimal 150 ton. Spesifikasi ini supaya bisa meng-handle segala jenis barang dan kapal. Kenyataannya, spesifikasi crane yang diimpor berkapasitas 25 ton dan 65 ton. "Kemampuan alat itu sangat tidak memadai, buat apa dibeli," kata Iqbal.
Dugaan Iqbal ternyata berdasar. Selama empat tahun, crane tersebut hanya teronggok di Tanjung Priok tanpa dimanfaatkan. Padahal, biaya pengadaan 10 crane tersebut mencapai Rp 45,65 miliar. Polisi yang menelisik kasus ini telah menggeledah ruang kerja Direktur Utama Pelindo RJ Lino pada Jumat kemarin. Rencana, polisi akan meminta keterangan Lino di Bareskrim Mabes Polri pada pekan depan.
AMIRULLAH
Berita Menarik
Ratu Ini Tak Hanya Cantik, Julukannya Juga Bikin Bergidik
Sujiwo Tedjo Menerawang: Militer Geser Jokowi, Bukan Prabowo
Gusar, RJ Lino Ancam Jokowi, Rini Soemarno Telepon Kapolri