TEMPO.CO , Banjarmasin:Menjelang adzan magrib berkumandang, Saga, 35 tahun, bergegas memacu motornya ke masjid markas Korem 101 Antasari. Bukannya menunaikan salat tiga rakaat, Saga justru numpang mandi di toilet masjid. “Untungnya enggak antre, jadi langsung mandi,” kata Saga kepada Tempo, Senin 31 Agustus 2015.
Dia terpaksa mandi di masjid korem lantaran pancuran air di kamar mandi rumahnya mampet. Cadangan air di bak mandi tak cukup buat membasuh tubuhnya. Sudah empat hari terakhir, Saga merasa debit air yang mengalir ke rumahnya cukup kecil.
Padahal ia bermukim tak jauh dari Sungai Martapura yang membelah jantung kota Banjarmasin. Pria yang tinggal di perumahan prajurit korem Antasari itu berujar, “Biasanya air baru mengalir pukul 9 malam dan mati lagi pukul 7 pagi.”
Saga hanyalah satu dari 184 ribu pelanggan PDAM Bandarmasih, Kota Banjarmasin, yang terdampak krisis air bersih akibat kemarau berkepanjangan. Status sebagai Kota Seribu Sungai bukan jaminan bagi masyarakat Banjarmasin untuk mendapatkan pasokan berlimpah air bersih. Di Banjarmasin, krisis air bersih selalu berulang saban tahun ketika kemarau mendera.
Direktur PDAM Bandarmasih, Muslih, mengakui kemarau menjadi biang utama krisis air bersih karena mengakibatkan surutnya air baku di Sungai Martapura. Kondisi kian parah setelah kadar garam di Sungai Martapura mencapai angka 6.000 miligram/liter, jauh melebihi ambang batas maksimal 250 miligram/liter.
“Krisis air bersih tahun ini kemungkinan berlangsung hingga 3 bulan ke depan, kondisi paling parah,” ujar Muslih.
Selama ini, pasokan air baku PDAM Bandarmasih berasal dari Sungai Martapura, waduk riam kanan, dan Sungai Tabuk. Dua sumber air baku pertama dalam kondisi tidak layak. Praktis, pihaknya kini bergantung pada air baku di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
Akibatnya ada penurunan kapasitas produksi air bersih hampir 30 persen, dari 1.800 liter/detik menjadi 1.400-an liter/detik. PDAM Bandarmasih sendiri memiliki kapasitas produksi terpasang sebanyak 2.200 liter/detik.
Meski krisis air, Muslih tetap berkomitmen menyalurkan air bersih ke pelanggan dengan cara bergiliran per 12 jam. Wilayah Banjarmasin barat, timur, dan selatan, kata dia, tercatat ada penurunan kapasitas pendistribusian hingga 10 persen.
Ia mengimbau warga menampung air bersih tanpa menggunakan pompa air. “Kalau pakai pompa itu merugikan pelanggan lain. Kami juga siapkan 6 unit tangki kapasitas 3 ribu liter untuk didistribusikan,” kata Muslih.
Krisis air bersih bukan tanpan solusi. Muslih sudah berencana membangun reservoir besar, embung, dan jaringan pipa distribusi dengan investasi kisaran Rp 1 triliun. Harapannya, proyek mulai dikerjakan pada awal tahun 2016 karena pelanggan terus bertambah tiap tahun. Jika proyek sukses, Muslih hakulyakin bisa mereduksi krisis air bersih di Banjarmasin pada 2018.
Persoalannya, sumber dana investasi belum ada kejelasan. “Proyek harus sharing investasi antara pemkot, pemprov, dan pusat. Kalau murni swasta, akan berdampak pada tarif air bersih,” kata dia.
DIANANTA P. SUMEDI