TEMPO.CO , Semarang: Pelanggar lingkungan di Jawa Tengah tak pernah dihukum padahal tindakannya merusak ekosistem sungai. Pada sisi lain lembaga pemerintah saling lempar tangung jawab dalam mengontrol kualitas air yang ada.
“Kondisi ini membuat membuat pembuang limbah industri tak pernah jera,” kata Wakil Ketua Komisi Pembangunan dan Lingkungan, DPRD Jawa Tengah, Hadi Santoso, saat diskusi 'Merawat Sungai Menyelaraskan Kehidupan' di Semarang, Senin 31 Agustus 2015.
Menurut Hadi, pencemaran sungai itu tangung jawab pemerintah provinsi yang memiliki wewenang mengatur 80 persen tata ruang. Pada sisi lain, kerusakan sungai di Jawa Tengah banyak diakibatkan industri dan perambahan wilayah hulu yang selama ini tata ruangnya diatur pemerintah.
Dia menilai Pemerintah Provinsi Jateng gagal membangun keterlibatan masyarakat dalam mengelola lingkungan. Kondisi itu berbeda dengan Pemerintah Jawa Barat dan Banten yang sukses dalam community development.
Kepala bidang pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Tengah, Lukito mengakui sulitnya memperbaiki kondisi sungai.
Apalagi sejumlah sungai di kota industri seperti Pekalongan yang mengalami pencemaran. “Sampel di Pekalongan menunjukan kondisi air sudah hitam, kualitasnya pun sudah tidak bagus,” kata Lukito.
Selain pencemaran, daya rusak sungai akibat kekeringan saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan. “Di Jawa Tengah, ada 10 sungai, hanya dua daerah aliran sungai yang menjadi kewenangan provinsi,” katanya.
Lukito menyatakan telah menyusun pola rencana wilayah air yang melibatkan dinas dan komunitas. Susunan pengelolaan sungai itu rencananya diteken Gubernur Jawa Tengah. “Masyarakat sepanjang sungai diminta peduli lingkungannya setiap hari,” katanya.
EDI FAISOL