TEMPO.CO, Semarang - Buruh di Jawa Tengah tak ikut turun ke jalan memprotes kebijakan pemutusan hubungan kerja. Buruh di Jateng memilih mengkritisi tanpa turun ke jalan karena khawatir aksi mereka ditungangi kepentingan politik.
“Kami tak ikut turun jalan karena ada agenda terselubung,” kata Koordinator Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jateng Nanang Setiyono, Selasa ,1 September 2015.
Meski begitu, ia mendukung tuntutan buruh yang saat ini turun jalan agar pemerintah tanggap terhadap kondisi perekonomian yang melemah. “Kami berharap aksi dilakukan secara murni. Kondisi ekonomi ini kami sepakat kita hadapi bersama,” ujar Nanang.
Menurut Nanang, organisasinya secara resmi telah menyampaikan ke pemerintah agar melakukan langkah kongkrit terhadap dunia industri. Salah satunya perlindungan tenaga kerja dan harus mengontrol kebijakan PHK yang dilakukan oleh perusahaan.
Nanang juga memprotes informasi Dinas Tenaga Kerja Jawa Tengah yang membenarkan adanya PHK hingga 1.305 buruh. Ia meminta agar pemerintah Jateng tak sepenuhnya percaya alasan PHK yang dilakukan oleh pengusaha.
Ia menilai kondisi ekonomi yang terpuruk atas kenaikan harga bahan baku dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa diatasi oleh perusahaan dengan cara efesiensi. Gerbang juga meminta agar Pemerintah Jawa Tengah ikut membantu mengatasi hambatan sektor usaha di Jateng dengan cara memebrikan insentif di dunia usaha.
“Kami mempertanyakan PHK terhadap 1.000 buruh di 11 daerah itu dilakukan oleh berapa perusahaan,” katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Tengah Wika Bintang, menyatakan PHK ribuan buruh yang diinformasikan instansinya akibat melemahnya ekonomi. “PHK itu dari sektori industri garmen, tekstil, dan plastik,” kata Wika.
Menurut Wika, perusahaan terbebani biaya belanja bahan baku yang rata-rata masih diimpor dan dibeli dengan mata uang asing. PHK buruh itu dilakukan oleh 23 perusahaan di 11 daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah.
Wika menyatakan sudah berupaya mencegah PHK buruh dengan cara mengimbau perusahaan agar semaksimal mungkin melakukan efesiensi. “Kalau memang ada kesulitan-kesulitan yang mendesak bisa dikomunikasikan atau dikonsultasikan dengan kami," kata Wika menjelaskan .
Saat ini Dinas Tenaga Kerja Jateng menyiapkan pelatihan keterampilan untuk kepentingan alih profesi korban PHK agar mampu bekerja mandiri. Dinas juga siap memfasilitasi korban PHK di perusahaan lain yang masih memerlukan tenaga kerja.
“Saat ini ada perusahaan garmen di Boyolali yang masih membutuhkan 1.000 tenaga kerja, korban PHK bisa pindah kesana," katanya.
EDI FAISOL