TEMPO.CO, Padang - Kualitas udara di sejumlah daerah di Sumatera Barat mulai memburuk dan dalam kategori tidak sehat akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan di Jambi dan Sumetera Selatan. "Sumatera Barat mendapatkan kiriman kabut asap," ujar Staf Observasi dan Informasi Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Albert, Rabu, 2 September 2015.
Menurut Albert, jumlah titik api yang terpantau di Jambi dan Sumetera Selatan masih banyak. Berdasarkan pantauan GAW, tingkat konsentrasi aerosol atau partikel debu (PM10) di Bukittinggi mencapai 310 mikrogram per meter kubik, yang berarti dalam kategori tidak sehat. "Dari potensinya, sebagian besar wilayah Sumbar bagian selatan (Dharmasraya, Solok, Solok Selatan) dan bagian tengah (Tanah Datar, Payakumbuh, Sijunjung, Sawahlunto, Agam, dan Limapuluh Kota) berpeluang tidak sehat," ujarnya.
Albert mengatakan pantauan satelit Terra-Aqua menunjukkan 406 titik panas di Sumatera. Kebanyakan terjadi di Jambi, yakni 131 titik, dan Sumatera Selatan 157 titik. Sementara itu, di Sumatera Barat ada 4 titik, yaitu 3 di Dharmasraya dan 1 di Solok Selatan.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Padang Budi Iman Samiaji mengatakan potensi hujan dalam dua hari ini masih kecil. Ini akan membuat jarak pandang menurun.
Saat ini, kata Budi, jarak pandang di Bandara Internasional Minangkabau mulai menurun, hanya berkisar 2.500 meter. Padahal idealnya 10 ribu meter. "Awan di Samudera Hindia cukup banyak. Namun masih sampai di Mentawai saja. Pergerakan awannya belum masuk ke daratan," ujarnya.
Salah seorang warga Bukittinggi, Yudi, mengaku kualitas udara di Bukittinggi semakin buruk. "Tenggorokan mulai perih," katanya.
ANDRI EL FARUQI