TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah yang kini masih tertahan di level Rp 14.000 per dolar Amerika dinilai belum mengancam nasib tiga proyek besar yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemerintah mengatakan telah menyiapkan antisipasi jika proyek-proyek tersebut memerlukan revisi kontrak. “Kami sudah siapkan langkah evaluasi,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Tavip Agus Rayanto, Selasa, 1 September 2015.
Menurut Tavip, sejak nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah DIY terus berkoordinasi dengan kabupaten/kota guna memantau proyek strategis yang membutuhkan anggaran besar dan bersifat multiyears.
Tavip mengatakan ada sejumlah proyek besar yang saat ini sedang berjalan. Yang terbesar adalah pembangunan Pelabuhan Tanjung Adi Karto Kulonprogo. Dibangun sejak 2009, proyek ini masih memerlukan pendanaan sekitar Rp 300 miliar. Tahun depan proyek pelabuhan di ujung barat Yogyakarta itu ditargetkan bisa selesai.
Adapula proyek jalur jalan lingkar selatan (JJLS) yang proses pembangunannya telah dimulai sejak 2006. Mempunyai panjang 117 kilometer, proyek jalan yang melintasi tiga kabupaten, yakni Bantul, Kulonprogo, dan Gunungkidul ini ditanggung bersama oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Adapun pembangunan bandara di Kulonprogo masih menunggu proses kasasi Mahkamah Agung. “Semua proyek itu belum ada revisi kontrak,” ujar Tavip.
Kepala Bidang Statistik dan Perencanaan Bappeda Gunungkidul Saptoyo mengatakan dari target pembebasan lahan seluas 192 ribu meter persegi senilai Rp 57 miliar belum ada indikasi direvisi atau pengurangan luas. “Sejauh ini monitoring dari provinsi belum ada perubahan nilai proyek,” ujar Saptoyo.
Pemerintah Gunung Kidul mengaku dari tanggungan pengerjaan 80 kilometer proyek JJLS, sampai tahun ini baru separuh yang selesai atau masih ada 40 kilometer lagi.
PRIBADI WICAKSONO