TEMPO.CO, Semarang - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ternyata tidak mempengaruhi kegiatan impor bahan baku industri di Jawa Tengah. Pasalnya, bahan baku untuk industri selama ini banyak didatangkan dari Cina dengan mata uang yuan yang nilai tukarnya terhadap rupiah masih stabil.
“Rendahnya nilai tukar rupiah tak berpengaruh terhadap impor bahan baku karena 80 persen kebutuhan bahan baku industri di Jateng dari negara Cina,” kata Wakil Ketua Gabungan Importir Indonesia Jawa Tengah Andreas Budi Wirohardjo, Kamis, 3 September 2015.
Menurut Andreas, impor bahan baku dari Cina masih menguntungkan bagi sektor industri pengolahan di Jawa Tengah. Apa lagi, menurut dia, Cina saat ini sedang mendevaluasi mata uang yuan. “Ini membuat aktivitas impor cenderung membaik, begitu pula kondisi industri yang mengolah bahan baku asal Cina,” kata Andreas.
Ia mencatat impor bahan baku mencapai 400 Twenty Foot Equivalent Units (TEUs) per hari atau atau mencapai 12 ribu kontainer setiap bulan. Bahan baku yang diimpor itu rata-rata berupa bahan garmen untuk memproduksi pakaian jadi.
Andreas menyebut melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru peluang bagi industri garmen di Jawa Tengah untuk menaikkan devisa karena banyak produk garmen yang diekspor ke Amerika. “Industri di Jawa Tengah diuntungkan karena barang jadi dikirim ke Amerika,” ucap Andreas.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Tengah Tony Winarno mengataan saat ini importir banyak mengalihkan moda transportasinya dari pesawat ke kapal laut. “Karena efek nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah membuat biaya pengiriman lewat udara tinggi. Akhirnya mereka beralih lewat peti kemas lewat kapal laut,” kata Tony.
Ia menjelaskan selama ini bahan baku industri garmen di Jawa Tengah berupa bahan kecil yang mudah dikirimkan, seperti kancing dan resleting. Sebab bahan baku lebih kecil memudahkan pengusaha untuk mengalihkan moda pengiriman dari pesawat ke kapal.
“Sekarang menggunakan kapal laut justru bisa membeli bahan baku banyak dan biaya murah, tetapi pengiriman lebih lama,” katanya.
Catatan Asperindo Jawa Tengah menunjukkan pengiriman bahan baku tingkat internasional lewat jalur udara mulai menurun sejak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
EDI FAISOL