TEMPO.CO, Depok - Pemerintah Kota Depok dan PT Andyka Investa dinilai melanggar perjanjian pembongkaran sembilan kelas Sekolah Masjid Terminal di lahan seluas 2.000 meter persegi. Kepala Yayasan Bina Insan Mandiri Nurohim mengatakan awalnya Master mempunyai lahan seluas 6.000 meter.
Namun, hanya 4.000 meter yang mempunyai setifikat, sedangkan 1.400 meter tanah fasos fasum dan 600 meter hibah dari PT Purnama Raya, pembangun awal Terminal Depok. "Yang dibongkar di atasnya ada ruang kelas TK dan SMP. Memang lahan itu tidak ada sertifikat kepemilikan. Hanya hibah dan fasos fasum," tutur Nurohim, Senin 7 September 2015.
Ia menjelaskan, pada Januari 2015 ada mediasi antara Pemkot, Pengembang Terminal dan Yayasan Bina Insan Mandiri, yang diinisiasi oleh mahasiswa UI. Dalam mediasi tersebut ada perjanjian bahwa sekolah master yang berada di kawasan Terminal Terpadu, tidak akan dibongkar sebelum ada ruang kelas pengganti.
Bahkan, Pemkot Depok dan PT Andyka Investa berjanji bakal membangun dua kelas TK dan SMP, sebelum pembongkaran. Namun, pekan lalu buldoser sudah meratakan sebagian bangunan. Nurohim mengatakan baik pemerintah maupun pengembang tidak menepati janjinya. Pihaknya tidak mempermasalahkan rencana pembangunan terminal terpadu ini.
"Februari lalu dijanjikan bangunan pengganti, tapi belum juga terealisasi. Kami disepelekan, tahu-tahu sudah dibongkar," ujarnya.
Saat ini siswa yang kelasnya dibongkar belajar di Musala Master. Tapi, musala tersebut juga terancam bakal dibongkar karena berdiri dilahan untuk pembangunan terminal. Nurohim melanjutkan, ia tidak lagi mempermasalahkan janji pemerintah dan pengembang untuk mendirikan ruang kelas. Namun, ia meminta pemerintah tidak menggusur musala, yang masih digunakan untuk belajar mengajar.