Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Akademisi Ini Sodorkan Solusi Atasi Radikalisme

Editor

Elik Susanto

image-gnews
Sejumlah massa yang tergabung dalam Majelis Pembela Tanah Suci, membawa poster dan spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Republik Iran, Jakarta, 14 Apri 2015. Dalam aksi damai tersebut mereka mengecam dan mendesak Iran untuk menghentikan penyebaran revolusi radikalismenya ke seluruh negara-negara Islam. TEMPO/Imam Sukamto
Sejumlah massa yang tergabung dalam Majelis Pembela Tanah Suci, membawa poster dan spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Republik Iran, Jakarta, 14 Apri 2015. Dalam aksi damai tersebut mereka mengecam dan mendesak Iran untuk menghentikan penyebaran revolusi radikalismenya ke seluruh negara-negara Islam. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - "Radikalisasi merupakan isu yang kompleks dan tidak mudah dicari solusinya," kata Greg Barton, profesor dari Universitas Deakin, Australia, dalam seminar di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa, 8 September 2015. Kesimpulan Greg didasari pengamatannya terhadap upaya Indonesia menghadapi terorisme selama ini.

Menurut dia, penanggulangan radikalisme dan terorisme oleh Detasemen Khusus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum sepenuhnya berhasil. "Densus 88 sudah bertindak taktis dan reaktif. Sementara itu, BNPT terus berjuang mengatasi radikalisme dan terorisme, baik secara preventif maupun tindakan. Dibutuhkan kepemimpinan kuat untuk penanggulangan radikalisme," kata Greg.

Dalam seminar bertajuk Explaining Religius Radicalism and Political Violence: Towards Nation-State Building in, Greg menyebut selain Indonesia banyak negara terus memikirkan solusi untuk mengatasi masalah ini. Faktor pendorong radikalisme, kata Greg, bisa dicegah melalui koordinasi intensif yang dikelola negara, termasuk mengatasi bagaimana paham radikalisme yang menyebar melalui media sosial.

"Jangan sampai karena media sosial orang jadi memiliki paham radikalisasi. Mereka bisa mengakses video di YouTube dan Facebook yang memang menarik perhatian," katanya. Ia mengatakan paham itu bisa dicegah dengan melibatkan keluarga dan lingkaran terdekat mereka. "Karena ideologi tidak akan mudah terderadikalisasi setelah mereka mendapat pengajaran agama yang kuat," kata Greg.

Pembicara lain dalam seminar itu, mantan Kepala BNPT Ansyad Mbaai, mengusulkan revisi UU tentang Terorisme. Ansyad menganggap UU Nomor 15 tahun 2003 itu terlembek di dunia untuk dipakai memberantas terorisme. "Sejak tahun lalu (2014) saya sudah mengusulkan (UU Terorisme) direvisi," kata Ansyad.

Usulan Ansyad direspons sosiolog Universitas Gadjah Mada Najib Azca. Menurut dia revisi undang-undang tentang terorisme seperti pedang bermata dua. Artinya aturan itu berpotensi membuat terjadinya pelanggaran HAM. “Menurut saya jangan tuntut perubahan konstitusi. Perbaiki dulu koordinasi antarlembaga terkait,” kata Najib.

Ia menganggap selama ini ada kegagalan pemerintah membangun koordinasi dalam menangani terorisme. Bentuk kegagalan itu antara lain dalam membagi informasi lintas institusi Badan Intelijen Negara (BIN), BNPT dan Densus 88, serta Badan Strategis Intelijen TNI yang belum maksimal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Najib menyarankan pemerintah melibatkan masyarakat dan komunitas yang peduli isu ini. “Bahkan kalau perlu melakukan dialog dengan kelompok teroris itu sendiri meski tidak mudah,” katanya. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan optimalisasi teknologi untuk mencegah terjadinya aksi radikalisme menggunakan kekerasan, yang dapat mengarah pada terorisme.

Peneliti soal terorisme Jacques Bertrand menjelaskan radikalisme di tiga negara Asia Tenggara, yakni Thailand, Myanmar, dan Indonesia berbeda. Terungkap bahwa agama dan posisi para tokoh agama turut mengambil bagian. Dia mencontohkan di Thailand dan Myanmar, radikalisme dipimpin oleh tokoh agama Buddha. "Yang jelas radikalisasi merupakan masalah yang terjadi di banyak negara," ujar profesor dari Universitas Toronto, Kanada, tersebut.

Jacques juga menemukan bahwa radikalisasi dan kekerasan politik tidak meliputi agama tertentu. Muslim di Indonesia, kata dia, berbeda sikapnya dengan tokoh agama di Myanmar dan Thailand ihwal paham ini. Dalam konteks demokrasi, ia menyerukan identitas keagamaan sebaiknya dilebur dalam identitas nasional.

Peleburan antara identitas negara dan agama itu perlu dinegosiasikan. "Meski demikian, peleburan identitas ini membuat agama maupun kepercayaan minoritas jadi lebih sedikit tergabung dan membuat mereka rentan," katanya. Seminar ini diikuti mahasiswa, dosen dan masyarakat umum.

ELIK S | INEZ CHRISTYASTUTI HAPSARI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

30 Juni 2022

Salah Abdelsalam. Foto : Wikipedia
Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

Pengadilan Prancis menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Salah Abdeslam, satu-satunya pelaku teror Paris 2015 yang masih hidup


Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

10 Februari 2022

Sketsa seniman pengadilan Prancis Elisabeth de Pourquery yang menunjukkan Salah Abdeslam, salah satu tersangka kelompok yang diduga melakukan serangan Paris November 2015, dipajang di atas meja selama wawancara dengan Reuters di rumahnya di dekat Paris, Prancis, 27 September. 2021. REUTERS/Gonzalo Fuentes
Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

Salah Abdeslam mengatakan bahwa ia tidak meledakkan rompi bom bunuh dirinya dalam serangan teroris di Paris, November 2015 yang menewaskan 130 orang


Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

8 September 2021

Polisi Prancis dengan perisai pelindung berjalan di antrean dekat gedung konser Bataclan menyusul penembakan fatal di Paris, Prancis, 14 November 2015. Orang-orang bersenjata dan pengebom menyerang restoran, bar, dan gedung konser yang ramai di lokasi sekitar Paris pada Jumat malam, menewaskan puluhan orang dalam apa yang digambarkan oleh Presiden Prancis sebagai serangan teroris yang belum pernah terjadi sebelumnya. [REUTERS/Christian Hartmann/File Foto]
Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

Prancis pada Rabu mengadili 20 orang terdakwa yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi teror di Bataclan, Paris, pada 13 November 2015.


Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

20 Juni 2017

Sebuah mobil menabrak van polisi di Avenue des Champs-lysees di Paris. REUTERS
Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

Teror Paris kembali terjadi ketika pengemudi mobil sedan meledakkan diri saat berusaha menabrak iringan mobil polisi.


Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

Pelaku penyerang perwira polisi di Katedral Notre-Dame, dalam teror di Paris, Selasa waktu setempat dalam aksinya sempat mengatakan: Ini untuk Suriah


Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

Teror terjadi di Paris. Seorang pria menyerang polisi di depan Katedral Notre Dame, Paris.


Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

12 Oktober 2016

Peringatan yang dikeluarkan polisi Prancis lewat twitter tentang Salah Abdeslam, tersangka pelaku teror di Paris, pada November 2016. Salah Abdeslam ditangkap polisi antiteror Belgia, pada 18 maret 2016. REUTERS/POLICE NATIONALE
Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

Pengacara sempat memprotes kamera pengawas di sel Abdeslam.


Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

1 Agustus 2016

Pastor Abbe Jacques Hamel (kiri). Gereja Gambetta di Saint-Etienne-du-Rouvray. mirror.co.uk
Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

Polisi Prancis menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam
pembunuhan terhadap seorang pastor di sebuah gereja di Normandia.


Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

28 Juli 2016

Seorang polisi berjaga di depan Balai Kota setelah dua penyerang menyandera lima orang di Gereja Saint-Etienne-du -Rouvray, Normandy, Prancis, 26 Juli 2016. Ini merupakan serangan teroris kedua di Prancis selama bulan Juli. REUTERS/Pascal Rossignol
Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

Jenazahnya lebih sulit diidentifikasi daripada Kermiche karena tubuhnya sudah rusak dalam penembakan.


JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

16 Juli 2016

Wakil Presiden Jusuf Kalla. TEMPO/Imam Sukamto
JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

Sesi Retreat KTT ASEM membahas isu-isu mengenai Brexit, migrasi, terorisme, serta isu-isu keamanan dan perdamaian di kawasan itu.