TEMPO.CO, Padang - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. meragukan proses pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengkhawatirkan terjadinya politisasi yang bisa menyebabkan terpilihnya orang-orang yang tak memiliki semangat pemberantasan korupsi.
"Ada beberapa calon yang dianggap layak. Tapi takutnya tak cocok dengan DPR, karena tak bisa mengakomodasi politik mereka," ujarnya setelah menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu, 12 September 2015.
Mahfud menuturkan pemilihan calon pimpinan KPK di DPR kerap berbau transaksi politik: seorang calon lolos lebih karena ada dukungan politik. Jika proses seperti ini terus terjadi, dia khawatir KPK nantinya hanya akan menjadi sebuah simbol saja. "Ini kematian bagi KPK. KPK hanya formalitas belaka. Tak ada lagi yang galak seperti kemarin. Tak berani ambil tindakan terhadap pejabat VIP," ucapnya.
Kekhawatiran itu, kata Mahfud, diperkuat dengan berkembangnya pendapat di kalangan masyarakat bahwa ada sejumlah anggota DPR yang ingin melemahkan KPK. Mahfud mengusulkan, sebaiknya DPR meniru cara yang ditempuh pemerintah. Yaitu membentuk tim independen yang ditugasi memilih komisioner secara obyektif dari calon-calon yang diajukan pemerintah. "Hasil pilihan tim independen itu tinggal disetujui DPR," tuturnya.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan, untuk menghasilkan pimpinan KPK yang baik, DPR harus memperbaiki mekanismenya. Apalagi metode pemilihan di DPR tak diatur dalam undang-undang, tapi hanya tata tertib saja.
Misalnya, ucap Zainal, seleksi di DPR dengan mendatangkan tim ahli, seperti seleksi calon hakim konstitusi. "Untuk menghakimi kandidat, jangan anggota DPR, tapi serahkan ke tim ahli. Anggota Dewan menonton saja," ujarnya setelah menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara di Padang, Jumat, 11 September 2015.
Selain itu, Zainal menyarankan, pemilihannya jangan satu suara untuk lima mana, tapi satu suara untuk satu calon. Dengan demikian, fraksi-fraksi besar tidak terlalu mendominasi.
Awal bulan lalu, Panitia Seleksi Pimpinan KPK menyerahkan delapan nama ke Presiden Joko Widodo. Presiden nantinya akan menyerahkan nama itu kepada DPR untuk diuji ulang. Delapan nama itu melengkapi dua nama yang sudah diseleksi sebelumnya. Dari delapan nama itu, akan terpilih lima pemimpin KPK yang baru.
ANDRI EL FARUQI