TEMPO.CO, Jakarta - Tabuhan kendang berpadu dengan alunan angklung memecah keheningan komplek Balai Kota DKI yang menjadi kantor Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Kantor Gubernur DKI yang akrab disapa Ahok ini biasanya sepi pada akhir pekan. Tapi, pada Minggu, 13 September 2015, terdengar gemerincing tamborin serta ketukan gambang menyatu dan melantunkan tembang berbagai aliran, seperti lagu campursari Perahu Layar dan tembang dangdut Terajana.
Pertunjukan di komplek Balai Kota itu dibawakan belasan anak muda berseragam kemeja hitam. Mereka menamakan diri Rama Wijaya. "Kami biasa pentas di Kota Tua saat akhir pekan," kata Vino Alghozali, pentolan grup itu, kepada Tempo, Minggu, 13 September 2015.
Khusus hari ini, Vino dan kawan-kawannya diminta pentas di pelataran gedung Blok G Balai Kota. Mereka menjadi salah satu daya tarik saat kemarin Ahok resmi membuka kantornya sebagai obyek wisata. "Awalnya, ada pegawai negeri di Balai Kota yang saya kenal dan menawarkan Rama Wijaya manggung di Balai Kota," ucapnya.
Kesepakatan terjadi. Rama Wijaya pun membawa 12 personel untuk menghibur warga Jakarta yang berpelesir ke Balai Kota. Vino menjelaskan, untuk empat jam waktu pentas, mereka dibayar Rp 1,5 juta. "Plus uang makan Rp 150 ribu untuk satu tim," ujar pemuda 23 tahun itu.
Pendapatan itu tak berbeda jauh dibanding saat Rama Wijaya mentas di Kota Tua tiap akhir pekan. Malah, tutur Vino, kelompoknya perlu sedikitnya delapan jam bermusik di Kota Tua untuk mengumpulkan duit setara dengan bayaran manggung di Balai Kota. "Di Balai Kota juga sudah diberi uang makan dan boleh meletakkan kotak sumbangan sukarela di depan panggung," katanya.