TEMPO.CO, Jakarta - Khafifah, 52 tahun, keluar unit rumah susun sewa jatinegara barat, ketika ingin membeli sayuran di bawah. Penghuni lantai 10 Blok B ini seperti bermain petak umpet dengan tetangganya. Ketika dia keluar, tetangganya kunci pintu. Sebaliknya saat di dalam kamar, tetangganya pergi belanja. “Jadi susah saya mau mengobrol sama tetangga," kata Khafifah, saat ditemui kemarin.
Sudah hampir satu bulan warga Kampung Pulo pindah ke Rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Namun, banyak warga yang mengeluh tinggal di rusun yang mirip apartemen itu. Mereka rata-rata kehilangan komunikasi dengan tetangga, tidak seperti tinggal di Kampung Pulo sebelumnya.
Saat di Kampung Pulo, menurut dia, para ibu-ibu biasanya mudah bertemu dan saling mengobrol setiap sore. Kini, kata Ifah, dia dan para tetangganya hanya keluar seperlunya, misalnya untuk belanja atau ke kantor pengelola di lantai dasar. "Kalau bertemu paling ketemu di lift," ujarnya.
Apa yang dialami Khafifah adalah sebuah kewajaran. Tokoh masyarakat Kampung Pulo Ustad Kholili mengatakan hal yang sama pun didengarnya dari warga lain. Dia berharap, pengelola rusun dapat mengerti kebutuhan warga untuk bersosialisasi dengan mengagendakan berbagai kegiatan kemasyarakatan. "Warga memang jadi kurang interaksi," kata dia.
Sementara itu, Direktur Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi mengatakan warga Kampung Pulo yang dipindahkan ke rusun jelas mengalami gegar budaya. Menurut dia, interaksi antar warga di kampung begitu kuat sehingga muncul nilai-nilai dalam komunitas. "Ada kohesi sosial, bagaimana mereka saling peka dan empati," ujarnya.
Sosialisasi yang intens antar warga pun berpengaruh pada tingkat stres mereka. Apalagi jika dilihat dari kehidupan sehari-hari warga yang merupakan warga yang menghidupi kehidupan sehari-harinya hari demi hari. "Mereka itu kalau enggak kerja sehari ya enggak makan," kata dia.
Sandy mengkhawatirkan penduduk yang dipaksa untuk berubah ini bisa kehilangan jati diri dan identitas mereka. Mereka, kata Sandy, bisa merasa dianggap sebagai barang yang cuma dipindahkan. “Mereka akan sulit berpikir kreatif dan cedereung tidak berkembang.”
Kini, pengelola rusun memang tengah melakukan berbagai upaya untuk melengkapi berbagai fasilitas di rusun. Sudah tersedia fasilitas kesehatan, perpustakaan, dan pusat jajan. "Namun fasilitas mewah belum tentu memberi kenyamanan. Warga butuh yang sesuai kebutuhannya," kata Sandy.
NINIS CHAIRUNNISA