TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak sepakat dengan rencana kenaikan tunjangan anggota DPR. Menurut JK, saat ini kenaikan tunjangan, baik untuk eksekutif maupun legislatif, belum saatnya dilakukan. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang lesu.
"Kalau situasi ekonomi baik, ya, tentu kami berterima kasih. Tapi, dalam keadaan sekarang, kami menjaga situasi. Jadi tak perlu dinaikkan," ujarnya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 17 September 2015. "Sebaliknya, dalam kondisi yang serba prihatin, seharusnya pemerintah berhemat."
Menurut JK, upaya kenaikan tunjangan itu baru sebatas wacana dan belum diputuskan. "Ya walaupun untuk DPR katanya sudah disetujui rancangannya, kan masih harus diputuskan di APBN, jadi belum," katanya.
Sebelumnya, anggota Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat, Irma Suryani, mengatakan Kementerian Keuangan telah menyetujui kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Persetujuan itu, menurut Irma, dikirim melalui surat nomor S-520/MK.02/2015. Kenaikan tunjangan juga masuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.
Kenaikan tunjangan bagi anggota Dewan itu meliputi tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon.
Selain anggota DPR, gaji presiden diusulkan naik. Usul itu datang dari politikus PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan. Trimedya mengatakan presiden seharusnya digaji paling sedikit Rp 200 juta per bulan. Besaran gaji itu, menurut Ketua DPP PDIP tersebut, sesuai dengan tanggung jawab dan kompleksitas masalah.
FAIZ NASHRILLAH