TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli menuding adanya tujuh begal impor yang merugikan petani garam. Akibat permainan importir yang menyalahgunakan kuota impor garam, garam petani menjadi tidak terserap dengan baik. Ditambah lagi, banyaknya garam impor aneka pangan yang diduga bocor masuk ke pasar konsumsi.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Muhammad Hasan meyakini adanya rembesan garam impor tersebut ke dalam garam konsumsi di pasaran. Hal itu dimungkinkan karena garam aneka pangan yang semula masuk klaster garam konsumsi, dialihkan menjadi garam industri pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 88 tahun 2014.
“Aneka pangan dihadirkan untuk kebutuhan industri, yang kemudian diolah untuk konsumsi pangan juga. Rembesannya pasti itu untuk kebutuhan konsumsi. Itu garam-garam meja untuk kebutuhan konsumsi, tapi yang suplai dari aneka pangan importir garam industri,” kata Hasan kepada Tempo, Senin, 21 September 2015.
Sebelum Permenperin 88/2014 itu diberlakukan, garam rakyat mampu memenuhi kebutuhan aneka pangan. Standar kualitas untuk memenuhi aneka pangan berdasarkan SNI dapat dipenuhi oleh garam yang diproduksi oleh petani. “Sebelumnya standar SNI KW I aneka pangan kan, minimal memiliki kadar NaCl 94 persen. Petani garam sanggup memenuhi standar itu,” ujarnya.
Namun ketika aneka pangan dimasukkan ke dalam klaster garam industri, standar kadar sodium klorida pun turut terkerek. “Karena aneka pangan selama ini diimpor, ikut standar garam industri yang minimal NaCl 97 persen,” kata Hasan.
Akibatnya, penyerapan garam rakyat dari petani oleh industri semakin sedikit. Padahal importir garam berkewajiban menyerap garam rakyat sebesar 50 persen. Namun dari produksi garam rakyat sebesar 1,1 juta setahun, hanya sebesar 10 persen yang diserap perusahaan importir. “Para importir menyerap sangat kecil, hanya 10 persen saja.”
Petani garam, kata Hasan, menuntut agar pemerintah segera melakukan deregulasi agar pemenuhan kebutuhan aneka pangan dikembalikan kepada petani garam, yakni garam konsumsi. Ia juga meminta agar dibentuk lembaga uji mutu garam, sehingga petani garam tak lagi dipermainkan industri dengan dalih rendahnya kadar NaCl.
“Harus ada lembaga uji mutu di setiap kabupaten, sehingga ada lisensi yang transparan di tiap kabupaten tentang kualitas produknya. Kalau enggak bagus, petani kan tidak bisa menyangkal. Jadi nggak ada dusta di antara kita,” kata dia.
ARTIKA RACHMI FARMITA
Baca:
Dilawan Tukang Go-jek, Begal Ini Terjun ke sungai, Lalu...
Garam Impor Bocor ke Pasar, Mabes Polri Usut Siapa Pemainnya