TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat adat dayak Benuaq di Kampung Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur, mendapat penghargaan Equator Prize dari Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNDP di Sekretariat PBB di New York, Senin, 21 September 2015. Penghargaan itu diberikan karena keberhasilan masyarakat adat Muara Tae mempertahankan, melindungi, serta memulihkan hutan dan wilayah adat mereka dari hak pengusahaan hutan (HPH).
"Ini bukti bahwa perjuangan kami tidak salah, bahkan menjadi teladan. Tuduhan bahwa kami menghambat pembangunan ternyata tidak terbukti. Inilah inti dari penghargaan ini bagi kami di Muara Tae," kata pemimpin masyarakat adat Muara Tae, Petrus Asuy, dalam pernyataannya, Selasa, 22 September 2015.
BERITA MENARIK
Ribuan Hewan Mati Misterius, Ini Sinyal Kiamat 28 September?
Aksi Manusia Jelek Sedunia Bikin Mulas, Lihat Tampangnya
Dalam pernyataannya, Petrus menyebutkan masyarakat Muara Tae berhasil mempertahankan 4.000 hektare dari 11 ribu wilayah adat sebagai sumber penghidupan. Saat ini, sisa wilayah adat itu masih diperebutkan berbagai perusahaan sebagai wilayah bisnis. Dalam 20 tahun terakhir, Muara Tae kehilangan sebagian besar wilayahnya akibat HPH tambang dan sawit.
Selama itu pula, Muara Tae tidak pernah menyerahkan wilayah adat mereka kepada para pengusaha. Mereka selalu melawan, meski kerap menerima kekerasan, intimidasi, serta kriminalisasi. "Muara Tae adalah contoh nyata penyelamat hutan. Upaya seperti inilah yang harus mendapatkan dukungan dari dunia internasional, khususnya perlindungan negara," kata Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan.
Beberapa usaha Muara Tae untuk merehabilitasi hutannya di antaranya mendirikan pondok jaga, melakukan pembibitan, dan penanaman pohon kembali atau reboisasi. Muara Tae menargetkan rehabilitasi wilayah adat mencapi 700 hektare. Petrus menegaskan, ada tidaknya penghargaan Muara Tae akan tetap mempertahankan dan memulihkan wilayah adatnya.
"Kita harus mendukung masyarakat yang seperti Muara Tae, mereka lah ahli sebenarnya," kata juru kampanye Environmental Investigation Agency (EIA) Tomasz Johnson.
DEWI SUCI RAHAYU
BACA JUGA
Bocah Kelas II SD Tewas Dirisak, Disdik DKI: Gurunya di Mana?
Lulung Lunggana: Saya Ogah Diadu Lagi dengan Ahok