TEMPO.CO, Jakarta -Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia mengatakan sektor mineral dan pertambangan membutuhkan kehadiran negara melalui BUMN khusus. BUMN khusus itu perlu diatur dalam UU. Lembaga ini bertujuan mengurus perizinan tambang minerba dalam rangka memenuhi hak penguasaan negara.
"Hal ini merujuk pada konsep menguasai negara yang tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujar Ketua Kelompok Kerja RUU Minerba Eva Armila, Selasa, 29 September 2015.
Para ahli melandasi usulannya dari kerentanan negara saat berhadapan dengan pengusaha pertambangan. Negara, ketika diwakili pemerintah, rawan digugat ke Arbitrase Internasional sehingga fungsi publiknya dapat tergerus.
Maka itu, negara perlu mendelegasikan kewenangan izin kepada BUMN khusus agar posisinya ketika berakad dengan investor menjadi setara. Lembaga ini bekerja sama dalam bentuk kontrak pengusahaan pertambangan dengan pelaku usaha lainnya baik domestik maupun asing.
Delegasi juga membuat birokrasi investasi menjadi lebih mudah. Pertanggungjawaban bisa lebih mudah karena berada di suatu lembaga yang tidak langsung berada di bawah struktur pemerintah. "BUMNK menjadi penting utamanya untuk bahan galian tambang strategis dan vital," Eva berujar.
Namun Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Ariyono berkata konsep BUMN Khusus sulit diterapkan karena sektor minerba terdiri dari beragam komoditas. Dia membandingkan BUMN Khusus yang diajukan Pemerintah dalam RUU Migas menjadi mudah karena tidak ada varian komoditas.
Lalu, BUMNK juga berlawanan dengan prinsip dekonsentrasi pertambangan yang diserahkan ke pemerintah provinsi. Tata kebijakan pertambangan di daerah, kata Bambang, juga tidak bisa disamaratakan. "Sebenarnya konsep yang saat ini sudah baik. Yang penting bagaimana penegakan hukumnya dan sinkronisasi kebijakan antar lembaga saja," Bambang berujar.
ROBBY IRFANY