TEMPO.CO, Makassar - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan Jufri Rahman, menilai Rancangan Undang-undang Kebudayaan yang telah disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI Komisi X yang memasukkan Pasal Kretek sarat akan kepentingan segelintir orang.
"Untuk apa coba ada pasal spesifik soal rokok kretek, padahal banyak aspek kebudayaan bisa masuk," Kata Jufri ditemui Tempo, di Hotel Karebosi Condotel, Makassar, Ahad 4 Oktober 2015.
Menurut Jufri, kenapa harus ada pasal kretek padahal tidak semua provinsi di daerah merokok menggunakan kretek, inilah yang seharusnya dijawab oleh para anggota dewan yang terhormat.
Dia menjelaskan jika ingin merinci secara detail tentang kebudayaan maka banyak aspek yang termuat di dalamnya, dan RUU kebudayaan ini akan penuh halamannya.
"Seharusnya yang menyusun akan pasal dalam Undang-undang ini adalah para budayawan sehingga tidak ada kesalahan pemahaman dalam penentuan kebudayaan yang harus terlindungi dan dijaga," terang Jufri.
Sementara itu, budayawan dari Universitas Hasanuddin, Ishak Ngeljaratan mengatakan dengan hadirnya undang-undang kebudayaan justru akan ada yang terbatasi, apalagi kebudayaan ini sebagai satu kebebasan. "Kalau kemudian ada yang membatasi maka akan sangat disayangkan," katanya.
Lebih aneh lagi, kata dia, masuknya pasal kretek di RUU Kebudayaan. "Ada kepentingan apa sehingga ini (pasal kretek) dimasukkan," katanya.
Menurut Ishak, terkadang pembahasan undang-undang yang dibahas di DPR tidak melalui kajian yang dalam sehingga isinya tidak jelas, dan seolah-olah tidak disusun oleh orang berpendidikan. "Ambil contoh dengan undang-undang anti pornografi, yang di dalamnya banyak dimuat hal tidak masuk akal, seolah-olah untuk satu kepentingan saja," paparnya.
Untuk itulah, Ishak meminta lebih baik masalah RUU kebudayaan tidak perlu dibahas karena banyak hal yang lebih penting untuk dibahas di luar RUU Kebudayaan.
IIN NURFAHRAENI DEWI PUTRI