TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengkritik sistem subsidi tarif dasar listrik (TDL) yang berpihak pada sektor konsumtif seperti rumah tangga. Tulus menilai subsidi semestinya diperuntukkan bagi segmen industri.
"Struktur tarif ideal harus dibalik. Listrik rumah tangga harusnya lebih mahal karena kebutuhannya konsumtif," ujar Tulus dalam diskusi kelistrikan, Ahad, 4 Oktober 2015.
Saat ini Indonesia dianggap sebagai negara bertarif listrik termahal di ASEAN. Harga listrik yang tinggi membuat biaya produksi dalam industri meningkat, yang berimbas pada mahalnya produk mereka.
Produk yang mahal, kata Tulus, membuat industri dalam negeri sulit bersaing di tingkat global. Daya beli dalam negeri karena hal ini juga ikut terpukul. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi mandek.
Tingginya konsumsi rumah tangga bisa dilihat pada beban puncak penggunaan listrik nasional yang ada pada malam hari. Sementara di negara tetangga seperti Malaysia, beban puncak berada pada siang hari atau saat jam kerja. "Jika subsidi listrik digeser, penggunaan energi kita menjadi lebih produktif," ujar Tulus.
ROBBY IRFANY