Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pembukuan Bisnis Anda Bermasalah, Begini Cara Mengatasinya  

image-gnews
TEMPO/Prima Mulia
TEMPO/Prima Mulia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ada berbagai macam persyaratan agar bisa membangun usaha yang kuat dan besar. Salah satu di antaranya adalah memiliki sistem pembukuan yang handal: setiap transaksi keuangan tercatat dengan benar dan rapi.

Sistem pembukuan idealnya menyajikan informasi pengeluaran dan pendapatan, disusun secara sistematis dan terperinci. Ini agar mampu memberikan gambaran valid tentang segala kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan uang, barang, dan komponen lain seperti utang dan piutang.

Tak bisa dipungkiri, keuangan adalah bagian penting dari setiap bisnis sehingga perlu diberi perhatian khusus. Dengan menyusun data keuangan yang sistematis, pelaku usaha dapat melihat dan menganalisa perputaran modalnya serta mengambil langkah korektif jika terjadi penyimpangan dari rencana semula. Sayangnya, belum semua pelaku usaha memiliki kesadaran akan pentingnya pembukuan keuangan.

Nanik Yuniarti, pelaku usaha di bidang pengolahan tepung dengan merek Hasil Bumiku di Bantul, Yogyakarta, adalah salah satunya. Dia mengaku belum membuat pencatatan keuangan yang rapi sehingga sulit mengalkulasikan jumlah omzet dan laba bersih yang bisa didapatnya setiap bulan.

Omzetnya saat ini berkisar Rp10 juta–Rp 50 juta per bulan dengan margin laba  sekitar 30-50 persen. Nanik, yang memiliki sekitar 17 varian tepung olahan seperti tepung ubi ungu dan tepung labu, kesulitan menjawab ketika ditanya berapa persentase masing-masing varian.

“Sejauh ini yang paling laris ubi ungu, dulu bahkan sering dipesan konsumen dari Korea. Yang lainnya juga laris, tetapi saya jarang membuat pembukuannya. Pencatatannya masih belum rapi,” tuturnya. Dampak dari kondisi tersebut, antara lain membuatnya sulit mengambil strategi jitu untuk mendongkrak bisnis.

Nanik merasa masih belum bisa mengoptimalkan potensi pasar yang sesungguhnya sangat tinggi, baik domestik maupun ekspor, karena belum punya taktik pemasaran untuk menjangkau konsumen secara masif dan tepat sasaran.

Setali tiga uang dengan pengalaman yang dirasakan Eva Irma Muzdalifah pada masa-masa awal menjalankan usaha yang bergerak di bidang penjualan oleh-oleh haji. Dia teledor dan jarang mencatat tiap transaksi di tokonya yang bernama Al Barokah di blok F Tanah Abang, Jakarta.

Mengingat dia tidak disiplin dalam mencatat setiap transaksi, dia pun akhirnya tak mengetahui dengan jelas kondisi yang sedang dialami usahanya, baik untung maupun rugi. “Penjualan secara tradisional memang membuka peluang karyawan berbuat tidak jujur.  Prosesnya tak seperti di ritel modern, tinggal scan barcode langsung ada keterangan harga dan jumlah sisa stok.

Sistem perdagangan tradisional lebih ribet karena sistemnya jual secara grosiran dan eceran,” tuturnya. Akibatnya mudah ditebak. Usaha Eva yang dirintis sejak Oktober 2008 silam menjadi sulit berkembang dan tidak jelas arahnya pada tahun pertama.

Padahal dari segi angka, jumlah penjualan di tokonya terbilang besar, bahkan mencapai jutaan rupiah per hari. Kini, kondisinya memang sudah jauh berbeda. Perubahan mulai terjadi ketika dia mengikuti pelatihan kewirausahaan.

Pikirannya mulai terbuka terkait dengan manfaat pembukuan. Dia melatih diri agar disiplin mencatat setiap transaksi sehari-hari. Cara yang dia gunakan masih sederhana, yakni menggunakan buku tulis dan dia menulis sendiri setiap transaksi yang ada.

Semua penjualan dia catat serapi mungkin dan langsung dibuat neracanya agar tahu jumlah untung atau rugi setiap harinya. Dia juga menjadi lebih mudah mengawasi pergerakan penjualan ritel dan grosir sehari-hari yang setiap bulan beromzet Rp300 juta–Rp400 juta. Jika ada masalah, kini dia dapat langsung mengambil tindakan agar kerugian tidak bertambah banyak.

Bingung dan Tidak Disiplin

Banyak yang masih memandang pembukuan sebagai urusan nomor sekian karena berbagai macam alasan, mulai dari proses akuntansi yang dianggap membingungkan hingga alasan ketidakdisiplinan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pembina UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Nining I. Soesilo mengatakan pelaku UMKM, khususnya skala mikro memang masih enggan membuat laporan pembukuan.

Padahal, menurutnya, setiap perusahaan termasuk skala mikro dan kecil wajib memiliki sistem pembukuan. Laporan keuangan usaha adalah alat manajemen kinerja.

Manfaatnya antara lain dapat digunakan sebagai peta dalam membuat keputusan yang tepat untuk memaksimalkan profit, pengaturan arus kas, hingga mengambil perencanaan strategis.

“Syarat usaha mikro menjadi besar harus bisa membuat perencanaan strategis. Kalau tidak punya perencanaan, usahanya tidak akan pernah bisa menjadi besar,” kata dia ketika menjadi pembicara di depan puluhan alumni kontes wirausaha Citi Microentrepreneurship Award, beberapa waktu lalu.

Dosen akuntansi Prasetiya Mulya Business School Sandy Harianto menuturkan pelaku usaha yang tidak menerapkan pembukuan biasanya tidak mampu memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan perusahaan.

Kondisi itu membuat pelaku usaha tidak dapat melihat jelas apakah bisnisnya benar-benar menguntungkan. Efek negatif lainnya, perusahaan juga tidak bisa mengetahui perkembangan, keuntungan, dan prospek usahanya.

“Dia merasa sepertinya sudah banyak yang laku, tetapi kok usahanya tidak ada untung. Padahal uang dari usahanya itu mungkin digunakan untuk membeli televisi, handphone, dan lain-lain. Jumlah uang dan utang perusahaan juga tidak benar-benar diketahui karena bercampur dengan uang pribadi,” tutur Sandy.

Dia menyarankan pelaku usaha untuk memisahkan keuangan pribadi dan perusahaan. Caranya, misalnya dengan membeli mesin kasir sehingga dapat terhitung jelas berapa uang yang masuk dan keluar, hingga jumlah omzet per hari.

Dengan memisahkan keuangan dan mencatat setiap transaksinya, pelaku usaha akan lebih mudah menerapkan akuntansi biaya berupa pelacakan, pencatatan, dan analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan.

Akuntansi biaya berperan membantu manajemen usaha dalam proses pengendalian dan perencanaan untuk memperbaiki efisiensi serta kualitas, baik untuk keputusan rutin maupun strategis atau jangka panjang.

Dengan sistem yang terkendali, perusahaan dapat mengatur biaya-biaya cadangan yang diperlukan untuk kondisi tertentu, misalnya renovasi tempat usaha ataupun mengajak karyawan berlibur.

Manfaat besar lainnya adalah untuk memudahkan perusahaan dalam meminjam modal tambahan. Biasanya lembaga keuangan mensyaratkan perusahaan yang layak diberi pinjaman harus berjalan minimal berjalan dua tahun dan memiliki prospek yang baik.

“Kegunaan yang tak kalah penting yakni untuk urusan pajak UKM. Jika tidak mengetahui dengan jelas berapa jumlah omzet yang sebenarnya, nanti justru malah susah karena nanti angkanya asal ‘ditembak’,” tambahnya.

BISNIS.COM

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jokowi Puji 'Mama Muda' di Forum Ekonomi: Saya Senang

21 hari lalu

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato saat menghadiri pembukaan Muktamar XX Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Dinning Hall Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, Jumat, 1 Maret 2024. Muktamar XX Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berlangsung dari 1-3 Maret 2024 tersebut mengangkat tema Bersatu Menuju Indonesia Berdaulat. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Jokowi Puji 'Mama Muda' di Forum Ekonomi: Saya Senang

Presiden Joko Widodo memuji perkembangan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah di tanah air.


Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan

30 hari lalu

Katrina Inandia, Head of Impact and Sustainability Amartha bersama Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia dalam kegiatan memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2024 di Teluknaga, Provinsi Banten.
Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan

Amartha dan Unilever Indonesia kolaborasikan jejaring usaha mikro Perempuan dengan jejaring bank sampah berbasis komunitas untuk kelola sampah plastik secara produktif dan ekonomis.


Jenis dan Contoh UMKM di Indonesia yang Banyak Diminati

54 hari lalu

Keberadaan UMKM di Indonesia kian meningkat karena memiliki daya tarik tersendiri. Pahami jenis dan contoh UMKM di Indonesia yang banyak diminati. Foto: Canva
Jenis dan Contoh UMKM di Indonesia yang Banyak Diminati

Keberadaan UMKM di Indonesia kian meningkat karena memiliki daya tarik tersendiri. Pahami jenis dan contoh UMKM di Indonesia yang banyak diminati.


Terbitkan 7,1 Juta Nomor Induk Berusaha Via OSS, BKPM: Didominasi Usaha Mikro Kecil

31 Desember 2023

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia ketika ditemui di sela acara BNI Investor Daily Summit 2023 di Kawasan Senayan Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Riri Rahayu
Terbitkan 7,1 Juta Nomor Induk Berusaha Via OSS, BKPM: Didominasi Usaha Mikro Kecil

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menerbitkan sebanyak 7.146.105 nomor induk berusaha (NIB).


Lampaui Target, BRI Catat Business Matching Rp 1,26 T Lewat UMKM Expo

10 Desember 2023

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Menkop UKM Teten Masduki (kedua kiri), Seskab Pramono Anung (ketiga kiri), Mendag Zulkifli Hasan (kelima kiri), Dirut BRI Sunarso (ketiga kanan) dan Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto (kanan) meninjau pameran UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2023 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis 7 Desember 2023. Dalam pameran yang berlangsung hingga 10 Desember itu Presiden Jokowi mengungkapkan UMKM merupakan penopang ekonomi nasional yang mana 61 persen PDB nasional disumbang oleh UMKM dan 97 persen tenaga kerja di Indonesia diserap UMKM. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Lampaui Target, BRI Catat Business Matching Rp 1,26 T Lewat UMKM Expo

BRI mencatat business matching antara UMKM dengan pembeli di luar negeri melalui UMKM EXPO(RT) Brilianpreneur 2023 mencapai Rp 1,26 triliun.


Keberhasilan Kupedes BRI terhadap Pelaku Usaha Mikro di Indonesia

15 November 2023

Keberhasilan Kupedes BRI terhadap Pelaku Usaha Mikro di Indonesia

Terus tumbuh kuat, kinerja kredit segmen mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI tercatat semakin baik pascapandemi.


Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil

2 Oktober 2023

Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil

Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil


Hari UMKM Nasional, BRI Tegaskan Komitmen Dukung Pembiayaan Mikro

12 Agustus 2023

Hari UMKM Nasional, BRI Tegaskan Komitmen Dukung Pembiayaan Mikro

BRI optimistis segmen mikro dapat berkontribusi sebesar 45 persen dari total portofolio pembiayaan.


Pemasaran Produk UMKM, Dosen ITB: Media Sosial untuk Menyasar Target Pasar

2 Agustus 2023

Beberapa produk dari UMKM Desa Babakan Kabupaten Pangandaran yang jadi sampel dalam acara bertajuk Pelatihan Media Sosial sebagai Sarana Branding Komunitas Perajin pada Rabu, 2 Agustus 2023.  TEMPO/Ananda Bintang
Pemasaran Produk UMKM, Dosen ITB: Media Sosial untuk Menyasar Target Pasar

Pemasaran UMKM di media sosial membutuhkan kata kunci pesan untuk menyasar target pasar


Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026

14 Juli 2023

Penyandang disabilitas menyelesaikan pembuatan aneka kerajinan tangan di Wisma Yayasan Cheshire Indonesia kawasan Cilandak, Jakarta, Selasa 4 Juli 2023. Kerajinan tangan berupa ikat rambut hingga rumah boneka berbahan kayu tersebut di jual secara daring dengan harga Rp. 15 ribu sampai Rp. 2,5 juta. Tempo/Tony Hartawan
Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026

Riset yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Ernst & Young Indonesia menemukan kebutuhan pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM yang mencapai ribuan triliun pada 2026.