TEMPO.CO , Jakarta: Wacana penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diembus Presiden Joko Widodo terus bergulir bagai bola panas. Namun hingga kemarin, pemerintah belum memutuskan apakah rencana penurunan harga BBM jadi dilakukan.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara, Said Didu, menilai tidak ada ruang untuk menurunkan harga bahan bakar minyak jenis Premium. Menurut dia, akan berisiko jika harga Premium turun. "Pertamina akan rugi," kata Said saat dihubungi, Senin, 5 Oktober 2015.
Menurut mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara itu, pemerintah mesti memberikan kompensasi kepada Pertamina apabila kerugian dialami akibat harga Premium turun. Pasalnya, dalam undang-undang telah diatur, harga Premium ditanggung oleh pemerintah. Oleh sebab itu, kata Said, pemerintah harus hati-hati jika ingin menurunkan harga Premium lantaran bisa menambah persoalan bagi perusahaan pelat merah itu.
Said mempertanyakan dampak penurunan harga Premium terhadap daya beli masyarakat dan perputaran ekonomi. "Penurunan harga Premium yang menikmati masyarakat kaya," ucapnya.
Oleh sebab itu, Said mendesak pemerintah agar konsisten memperhatikan pembangunan infrastruktur. Sebab sejak awal, pemerintahan Presiden Joko Widodo ingin mengalihkan anggaran subsidi BBM ke pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menilai rencana pemerintah itu masih berupa sentimen positif. Menurut dia, pasar modal belum akan merespons terlalu jauh. "Penurunannya kan belum bisa diterka berapa. Pasar merespons kalau harga sudah turun," katanya.
Sebelumnya, sepanjang semester I 2015, Pertamina membukukan laba bersih US$ 570 juta. Tapi menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, ada potensi keuntungan US$ 1 miliar atau Rp 12 triliun yang hilang karena pemerintah. Ia menyebut pemerintah telah menetapkan harga premium di luar kesepakatan. Mestinya, harga Premium mengikuti pergerakan harga pasar.
Namun belum lama ini, pemerintah sedang mengkaji penurunan harga premium. Penurunan harga BBM merupakan bagian dari pembahasan paket kebijakan ekonomi jilid III yang rencananya akan dirilis Oktober ini.
ADITYA BUDIMAN