TEMPO.CO, Batam - Luas hutan mangrove di Pulau Batam menyusut dan menyisakan 4,2 persen. Penyusutan itu dihitung sejak 1970-an sampai sekarang. "Hingga awal 2015, datanya tinggal 4,2 persen dari luas Pulau Batam (41.500 hektare). Perusakan hutan mangrove terus terjadi," kata Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan Kota Batam Dendi Purnomo di Batam, Selasa, 6 Oktober 2015.
Hutan mangrove, yang tinggal 1.743 hektare, nantinya bakal terus berkurang apabila perusakannya tidak dicegah. Berdasarkan informasi dari Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam, sekitar 800 hektare hutan mangrove Batam hilang akibat berbagai kegiatan.
Sebanyak 620 hektare mangrove hilang di kawasan Tembesi, Sagulung, setelah kawasan tersebut beralih fungsi dan dibangun waduk. Sisanya rusak karena penimbunan untuk kepentingan wisata, penambangan pasir, dan penebangan usaha arang.
"Kami hitungnya pakai satelit dan dilakukan setiap tiga tahun. Jadi, data persentasenya sampai pada awal 2015. Jadi, luas yang ada sejak awal tahun telah kembali berkurang," katanya.
Sebelumnya, Dendi juga mengatakan, untuk kerusakan atau hilangnya mangrove karena alih fungsi sesuai dengan tata ruang seperti yang terjadi di Tembesi, Bapedal Batam tidak bisa mengambil tindakan.
Baca Juga:
Namun, untuk kasus hilangnya mangrove karena kegiatan ilegal, seperti penambangan, dapur arang, dan kepentingan komersial lain, tetap akan ditindak tegas. Selain itu, kata dia, untuk sejumlah perusakan mangrove di kawasan Galang Baru sudah ditetapkan tiga tersangka, salah satunya warga negara Cina.
"Selain warga Cina, tersangka lainnya adalah pemilik lahan, pemilik alat berat. Berkasnya sudah sempat kami kirimkan ke Kejaksaan Negeri Batam, namun ada beberapa petunjuk untuk melengkapinya," ucapnya.
ANTARA