TEMPO.CO, Jakarta - Tak seperti harga bahan bakar minyak lain, misalnya solar dan Avtur, pemerintah tak mengubah harga Premium.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan harga Premium masih di bawah harga keekonomian sekitar 1-2 persen. "Jadi memang kondisinya masih belum masuk pada harga keekonomian," kata Dwi di kompleks Istana Presiden, Rabu, 7 Oktober 2015.
Pertamina, menurut Dwi, masih menghitung peluang harga Premium turun. Dwi berharap penguatan rupiah ini tetap berlanjut dan perusahaan dalam proses revolusi efisiensi untuk mendukung upaya pemerintah melakukan evaluasi masalah harga.
Selain mengurangi pembelian dolar dalam usaha bisnisnya, kata dia, Pertamina juga telah memanfaatkan minyak mentah dalam negeri untuk memproduksi BBM. Dengan demikian, peluang penyesuaian harga Premium, menurut Dwi, sangat mungkin dilakukan sebelum tahun depan.
Saat ini formula penentuan harga BBM tetap dilakukan setiap tiga bulan. Namun, jika pertumbuhan ekonomi membutuhkan stimulus, harga BBM dapat dievaluasi kapan pun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan harga Premium tidak turun karena hitungan harga keekonomian Pertamina belum dapat dicapai. “Masih harus tetap dicapai, maka belum bisa diturunkan," ujarnya.
Berdasarkan pesan Presiden, Sudirman menuturkan, itu bukan merupakan intervensi kepada Pertamina. "Kalaupun ada penurunan, itu upaya efisiensi," tuturnya.
ALI HIDAYAT