TEMPO.CO, Jakarta - Bantuan Malaysia untuk mengatasi kebakaran hutan di Indonesia telah tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Palembang pada Jumat petang, 9 Oktober 2015.
Bantuan yang datang berupa satu pesawat CL415 Bombardier, satu pesawat Hercules C-130, 41 personel, dan logistik untuk water bombing. Setelah menurunkan barang, pesawat Hercules dan 19 personel kru pesawat dan wartawan langsung kembali ke Malaysia, Sabtu malam, 10 Oktober 2015.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho melalui rilisnya menjelaskan bahwa bantuan helikopter Chinnok dan pesawat Hercules yang memuat personel dan peralatan dari Singapura telah mendarat di Lanud Palembang pada 10 Oktober 2015 pukul 11.00 WIB.
Rencananya Sabtu sore datang satu heli Dolphin dengan empat kru penerbang. "Rencananya bantuan dari Singapura dan Malaysia ini hanya akan beroperasi selama dua minggu," kata Sutopo. Tim Malaysia akan ditempatkan di Pangkal Pinang dan melakukan water bombing di Selapan dan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Keterlambatan bantuan dari Singapura tersebut, menurut Atase Udara Singapura di Jakarta, karena kendala jarak pandang. Jarak pandang di Palembang hanya berkisar 800 meter. "Jarak pandang ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas bandara setempat yang mengisyaratkan 1.000 meter sebagai jarak pandang minimum," kata Sutopo.
Indeks Kualitas Udara (PM10) di Palembang masih menunjukkan kategori berbahaya pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB. Masyarakat setempat sangat terpapar asap kebakaran. Tercatat lebih dari 83.000 warga menderita penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Satuan Tugas Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Asap terus mengupayakan pemadaman, baik darat dan udara. Personel gabungan berjumlah 3.694 berjibaku memadamkan api dan asap. Mereka terkonsentrasi di Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Banyuasin. Hutan dan lahan seluas 221.704 hektar areal terbakar di Sumatera Selatan.
Luasnya wilayah terbakar dan lahan gambut merupakan tantangan dalam pemadaman api dan asap. Di samping itu, pemadaman juga terkendala oleh cuaca kering, awal potensial dan air yang terbatas, sedangkan perkiraan kemarau baru akan berakhir November 2015.
Satgas Penegakan Hukum melaporkan 34 kasus dengan rincian 24 orang dan empat koorporasi dengan status tersangka serta 14 kasus pada tingkat penyidikan. Polisi dan PPNS Kemen LHK masih terus memburu para pembakar. Diperkirakan terus bertambah apalagi banyak lahan-lahan perkebunan perorangan dan swasta yang luas terbakar.
Operasi darurat asap akibat kebakaran hutan dan lahan terus dilakukan, baik melalui operasi udara, darat, penegakan hukum, sosialisasi dan pelayanan kesehatan di Sumatera dan Kalimantan.
Data sementara total hujan dan lahan terbakar mencapai 1,7 juta hektar. Dari 1,7 juta areal terbakar itu, di Kalimantan 770 ribu ha, 35,9 persen di antaranya lahan gambut. Sedangkan di Sumatera, areal terbakar seluas 593 ribu ha, 45 persen di antaranya lahan gambut dan 221.704 ha areal terbakar berada di Sumatera Selatan. Angka ini pasti akan bertambah karena kebakaran masih terus berlangsung.
Berdasarkan pantauan Satelit Terra Aqua pada Sabtu, 10 Oktober 2015, terdapat 936 hotspot, yaitu Sumatera 91 titik (Lampung dua, Sumatra Selatan 89), dan Kalimantan 845 titik (Kalimanta Barat lima, Kalimantan Selatan 52, Kalimantan Tengah 628, Kalimantan Timur 159, Kalimantan Utara satu).
Pasokan asap mulai berkurang. Hal ini menyebabkan jarak pandang membaik. Jarak pandang di Padang 1.500 m berasap, Pekanbaru 4.000 m berasap, Jambi 1.000 m berasap, Palembang 7.000 m berawan, Pontianak 2.000 m berasap, Palangkaraya 200 m berasap, dan Banjarmasin 9.000 m cerah.
Kualitas udara juga membaik, di mana Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Medan 189 tidak sehat, Pekanbaru 104 sedang, Jambi 377 berbahaya, Palembang 358 berbahaya, Pontianak 134 sedang, Samarinda 82 sedang, dan Palangkaraya 741 berbahaya.
SUPRIYANTHO KHAFID