TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengatakan penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan lembaganya bagi pengelolaan keuangan negara belum memberi dampak signifikan bagi kemakmuran masyarakat. Karena itu, BPK akan mengusulkan hak keberatan yang akan digunakan untuk mengatasi penggunaan belanja pemerintah yang kurang, bahkan tidak memberi dampak positif bagi kemakmuran rakyat.
"BPK tidak memiliki hak keberatan di Undang-Undang BPK. Saya berpendapat bahwa suatu belanja atau suatu apa boleh atau tidak boleh dilakukan," katanya dalam acara Workshop BPK bersama media di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2015.
Harry mencontohkan, ketika seorang gubernur menanyakan apakah suatu belanja dapat dilakukan, diteruskan, atau tidak diteruskan, mereka bertanya kepada BPK. "BPK mengatakan boleh teruskan, maka boleh dilakukan," katanya.
Menurut Harry, hak keberatan atas belanja pemerintah ini bisa memberi kepastian hukum bagi pemerintah, sehingga pemerintah tidak perlu takut dikriminalisasi oleh aparat hukum. "Itu memberikan suatu kepastian hukum bagi pelaksana anggaran bahwa mereka tidak akan dikriminalisasi,” ujarnya.
Harry menjelaskan bahwa tugas pemerintah yang utama ada tiga, ditambah satu tugas internasional. Tugas pertama, pemerintah wajib melindungi tumpah darah seluruh rakyat. Kedua, pemerintah wajib turut mencerdaskan bangsa. Dan ketiga, pemerintah wajib turut mensejahterakan bangsa.
Sedangkan satu tugas internasional pemerintah adalah ikut menjaga stabilisasi perdamaian di kawasan internasional. “Artinya, segala sesuatu yang dibelanjakan oleh pemerintah wajib memenuhi ketiga tugas utamanya tadi,” tuturnya.
INGE KLARA SAFITRI