TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak masih terus menggodok penyelesaian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perlindungan Anak. "Karena jumlah kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat," tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin, 2 Oktober 2015.
Menurut dia, pelaku kejahatan seksual terhadap anak saat ini justru orang dekat korban. Dari orang tua, pacar, teman, keluarga dekat, juga tetangga. Bahkan dia pernah menemukan kasus guru sekolah yang melakukan kejahatan seksual kepada siswanya sendiri.
Ini yang menjadi alasan dia untuk mempercepat proses penyelesaian Perpu. Dia juga tidak memungkiri bahwa dalam perpu tersebut pelaku kejahatan seksual bisa terkena hukuman tambahan berupa pengebirian. Diharapkan, langkah ini bisa membuat efek jera bagi pelaku kejahatan seksual.
Namun dia belum bisa merinci terkait dengan kriteria pelaku yang bakal dikebiri, mengingat Perpu masih dalam rancangan. Dalam waktu dekat, bersama Kementerian Sosial, pihaknya bakal meminta sejumlah ahli untuk merinci rancangan perpu tersebut. Bahkan sampai saat ini dia juga belum memiliki usul nama pengganti undang-undang itu.
Yohana pun belum bisa menargetkan kapan perpu tersebut selesai dirancang dan disodorkan kepada Presiden untuk kemudian digodok di DPR. "Yang pasti secepatnya akan kami selesaikan," katanya.
Yohana juga menjelaskan berbagai kemungkinan hukum tentang pemberlakuan perpu kebiri ini. Termasuk hak-hak tersangka untuk memiliki keturunan setelah organ reproduksinya dikebiri. Karena itu, ia akan mempertimbangkan masak-masak rancangannya itu.
Dia kembali menegaskan bahwa jumlah kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, jumlah kekerasan anak mencapai 21,8 juta kasus selama 2010-2014.
AVIT HIDAYAT