TEMPO.CO, Nusa Dua - Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi pembicara dalam acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) XI di Bali, 26 November 2015. Acara ini dihadiri ratusan pengusaha kelapa sawit dari 36 negara.
Kalla mengatakan persoalan industri sawit dalam menghadapi isu kelestarian lingkungan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dia ingin tiap perusahaan kelapa sawit memperhatikan masalah tersebut.
"Soal asap, kebakaran hutan, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa perkebunan sawit, perusahaan, dan masyarakat tidak dengan sengaja ingin membakar sawitnya, lahannya," ucap Kalla saat membuka acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) XI di Bali, Kamis, 26 November 2015.
Namun, menurut Kalla, setiap masalah memiliki penyebabnya. Persoalan asap, antara lain, disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan ekosistem gambut. "Perubahan-perubahan ekosistem gambut yang harus dikelola sesuai dengan alamiahnya, ekosistemnya, metodologinya. Karena itulah, kita harus mengelolanya dengan baik dan ekosistem yang baik," ujarnya.
Pemerintah, tutur Kalla, telah meneken nota kesepahaman untuk pengelolaan restorasi ekosistem hutan dan gambut yang rusak. Dia mengatakan biaya sekitar Rp 50 triliun untuk restorasi hutan dan gambut seluas 2 juta hektare selama lima tahun.
"Mungkin tidak jauh dari jumlah pajak ataupun yang dihasilkan pengusaha untuk pemerintah. Apa yang kita dapat, tentu kita kembalikan lagi ke ekosistem," ucapnya.
Kalla ingin semua perusahaan sawit berpartisipasi melakukan perbaikan ekosistem. Soalnya, jika tidak melakukan restorasi, permasalahan hutan dan gambut akan menjadi masalah pada kemudian hari dan membuat para aktivis lingkungan memprotes industri sawit.
"Ini adalah upaya yang tidak hanya dilakukan pemerintah, tapi juga dunia. Sebab, seperti kita ketahui, hutan-hutan tropis di Indonesia selalu diakui dan diharapkan menjadi paru-paru dunia. Kalau paru-paru dunia rusak, kita harus merestorasi atau menjaga sustainability-nya, termasuk hutan," ujarnya.
ALI HIDAYAT